• Beranda
  • Berita
  • Vatikan dan Myanmar jalin hubungan diplomatik penuh

Vatikan dan Myanmar jalin hubungan diplomatik penuh

5 Mei 2017 14:53 WIB
Vatikan dan Myanmar jalin hubungan diplomatik penuh
Paus Fransiskus melambaikan tangan saat ia memimpin doa Angelus di Lapangan Saint Peter di Vatikan, Minggu (22/5/2016). (REUTERS/Max Rossi)
Kota Vatikan (ANTARA News) - Vatikan dan Myanmar menjalin hubungan diplomatik penuh pada Kamis, beberapa menit setelah Paus Fransiskus bertemu dengan pemimpin negara tersebut, Aung San Suu Kyi.

Langkah mengejutkan itu akan membuat Vatikan akan memiliki lebih banyak pengaruh diplomatik di Myanmar, yang sedang menjadi sorotan internasional karena kejahatan mereka terhadap kaum minoritas Muslim Rohingya.

Menurut Charles Maung Bo, kardinal negara itu, ada sekitar 700.000 umat Katolik di Myanmar yang penduduknya sekitar 51,4 juta dan mayoritas penduduknya beragama Budha.

Vatikan sebelumnya telah menempatkan wakil mereka di Myanmar, seorang delegasi apostolik yang berbasis di Thailand, untuk gereja setempat.

Setelah Vatikan dan Myanmar menjalin hubungan diplomatik penuh, masing-masing bisa menunjuk seorang duta besar penuh menurut warta kantor berita Reuters.

Pengumuman mengenai hubungan diplomatik itu muncul tak lama setelah Paus bertemu dengan Suu Kyi, pemimpin de facto pemerintah sipil Myanmar merangkap menteri luar negeri.

Suu Kyi mengambil alih kekuasaan pada 2016 menyusul kemenangannya dalam pemilihan umum setelah pemimpin militer Myanmar memprakarsai sebuah transisi politik

Peraih nobel perdamaian itu berbicara secara pribadi dengan Paus sekitar setengah jam dalam kunjungannya di Istana Apostolik.

Pada Februari, Paus Fransiskus mengeluarkan kritik terkait perlakuan terhada[ Rohingya, mengatakan bahwa mereka telah disiksa dan terbunuh hanya karena mereka ingin menghidupkan budaya mereka dan iman Islam mereka.

Pada Kamis, Paus memberi Suu Kyi salinan pesan 2017-nya untuk Hari Perdamaian Gereja Dunia, yang bertajuk "Tanpa kekerasan: gaya politik untuk perdamaian".

Ucapannya pada Februari datang tak lama setelah laporan PBB yang mengatakan bahwa pasukan keamanan di utara negara itu melakukan pembunuhan massal, pemerkosaan dan pembakaran desa-desa.

Pada Selasa, Uni Eropa berselisih dengan Suu Kyi terkait misi internasional untuk menyelidiki dugaan pelanggaran hak asasi manusia terhadap Rohingya.

Diplomat tinggi Uni Eropa Federica Mogherini, berbicara dalam sebuah konferensi dengan Suu Kyi, mengatakan bahwa resolusi yang disepakati oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB akan membantu menjelaskan ketidakpastian tuduhan pembunuhan, penyiksaan dan pemerkosaan terhadap warga Rohingya.

Atas dasar resolusi tersebut, badan PBB untuk hak asasi manusia itu akan mengirim misi pencari fakta internasional ke Myanmar meskipun Suu Kyi berkeberatan.

Suu Kyi mengatakan Myanmar "melepaskan diri dari" resolusi itu.(Uu.Aulia/KR-AMQ


Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017