"Pembenahan vokasi ini untuk menyesuaikan demand dari pemberi kerja," kata Bambang saat melakukan temu media dengan Antara di Jakarta, Selasa.
Bambang menjelaskan pendidikan vokasi saat ini belum bisa menjawab tantangan maupun kebutuhan pasar tenaga kerja, karena banyak kesempatan kerja yang membutuhkan keterampilan tidak bisa diisi secara baik oleh lulusan SMK atau politeknik.
Menurut dia, hal itu terjadi karena jumlah sekolah kejuruan yang berkualitas saat ini belum memadai, dan banyak tenaga pengajar yang hanya menguasai ilmu secara teori, padahal penguasaan keahlian terapan yang berkaitan dengan manufaktur, membutuhkan praktek berkelanjutan.
Selain itu, banyak sarana maupun peralatan mesin untuk praktek kerja siswa SMK atau politeknik yang tidak lagi sesuai dengan perkembangan teknologi terkini, padahal penguasaan atas peralatan terbaru sangat penting untuk meningkatkan daya saing lulusan dalam menjalankan mesin di pabrik.
"Banyak kejadian, kalau alatnya sudah sangat kurang dan out of date. Sehingga meski lulus berijazah SMK dan politeknik, ketika masuk pabrik yang teknologinya jauh diatas, harus training lagi. Ini yang membuat perusahaan menambah biaya dan mengurangi daya saing lulusan," ujar Bambang.
Untuk itu, pemerintah ingin memperbanyak kuantitas lulusan pendidikan vokasi melalui penambahan jumlah sekolah, dan meningkatkan kualitas dengan mendorong penguatan kompetensi guru serta perbaikan kurikulum, karena balai latihan yang memadai masih kurang.
Pemerintah juga mendorong kerja sama dengan dunia usaha, agar para guru maupun siswa bisa melakukan magang di berbagai perusahaan, untuk mengetahui perkembangan teknologi serta memahami kebutuhan pemberi kerja atas tenaga terampil.
"Itu yang kita dorong sebagai salah satu prioritas nasional di 2018. Di sektor pendidikan itu kita hanya fokus hanya dua program prioritas, yaitu penguatan pendidikan vokasi dan peningkatan kualitas guru," jelas mantan Menteri Keuangan ini.
Pemerintah secara konsisten juga akan melakukan kampanye agar ada perubahan paradigma di kalangan masyarakat termasuk orang tua, bahwa lulusan sekolah berbasis keterampilan bisa mempunyai masa depan yang cerah dan memiliki kemudahan untuk mendapatkan pekerjaan.
"Contohnya jelas, ada dua profesi yang tidak membutuhkan gelar sarjana, tapi bisa menghasilkan income jauh diatas lulusan S1 yaitu pilot dan chef. Itu dua profesi yang sekarang ini gajinya jauh lebih tinggi dari yang kuliah empat tahun," ujar Bambang.
Untuk program penguatan pendidikan vokasi ini, pemerintah menargetkan lulusan sekolah kejuruan hingga 1,1 juta orang yang bisa memenuhi pasar tenaga kerja pada 2018, agar penduduk usia muda produktif ini tidak menganggur dan menjadi beban bagi negara.
"Kegiatan pendidikan vokasi dan keahlian ini, target kita 1,1 juta tenaga kerja. Anggarannya Rp4 triliun, terutama untuk pelatihan berbasis kompetensi dan sertifikasi keahlian di bidang konstruksi, kesehatan, pariwisata, mekanik, perhubungan dan pertanian," jelas Bambang.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat pengangguran terbuka per Februari 2017 mencapai 7,01 juta orang atau mengalami penurunan 20 ribu orang dibandingkan Agustus 2016 dan berkurang 10 ribu orang dibandingkan Februari 2016.
Dari segi pendidikan, Tingkat Pengangguran Terbuka bagi lulusan Sekolah Menengah Kejuruan paling tinggi diantara lulusan pendidikan yang lain yaitu 9,27 persen, diikuti Sekolah Menengah Atas sebesar 7,03 persen serta diploma I/II/II sebanyak 6,35 persen.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017