"Dampaknya sangat luas, karena jika tidak mau membayar maka barang dalam kapal tidak bisa dibongkar. Kalau tidak dibongkar biaya yang dikeluarkan atas kapal yang bersandar tersebut juga semakin besar. Selain itu, proses poduksi juga tidak jalan karena barang tidak bisa dibawa ke perusahaan," kata Kasubdit Tindak Pidana Korupsi Ditreskrimsus Polda Kepri, AKBP Arif Budiman di Batam, Kepulauan Riau, Selasa.
Untuk menghindari kerugian yang semakin bertambah, perusahaan terpaksa membayar pungutan tersebut, agar bisa membongkar, atau memuat barang hasil produksi untuk diekspor.
"Pengusaha disulitkan dengan kondisi ini. Karena dia (AS) punya otoritas penuh di pelabuhan. Inilah yang menjadi kendala dan salah satu masalah di Pelabuhan Batuampar," kata dia.
Ia mengatakan masih banyak lagi permasalahan di Pelabuhan Batuampar yang harus diselesaikan agar kegiatan industri di Batam bisa berjalan lancar dan efektif seperti keinginan pemerintah pusat.
Kapolda Kepri, Irjen Pol Sam Budigusdian mengatakan banyak perusahaan yang enggan melaporkan praktek pungli, karena takut akan dipersulit saat bongkar muat di pelabuhan.
"Pengusaha banyak tidak mau melapor mengenai hal tersebut. Mereka takut usahanya terganggu," kata dia.
Sam mengimbau pada pengusaha untuk melapor jika menemukan praktek ilegal, agar aparat bisa melakukan perbaikan demi lancarnya perekonomian di Batam.
Dalam operasi tangkap tangan di Pelabuhan Batuampar pada Senin (8/5), petugas mengamankan uang Rp16 juta, satu unit mobil minibus warna hitam, tiga telepon gengam, dan sejumlah berkas dari kantor pelaku.
Pungli dilakukan pada perusahaan bongkar muat PT LJS untuk mengeluarkan barang berupa module dari kawasan industri Batuampar.
Meski segala persyaratan administrasi sudah diselesaikan, termasuk setoran penerimaan negera dikirim ke rekening BP Kawasan Batam, namun AS tetap meminta sejumlah uang agar proses bongkar dapat dilaksanakan.
Pewarta: Larno
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017