"Saya pernah beli aset Paulus Tannos, ada dua, pertama ruko di Jalan Brawijaya dan kedua tanah di Brawijaya," kata Azmin dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Azmin yang merupakan adik beda ibu dengan Gamawan itu bersaksi untuk dua orang terdakwa yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.
"Ruko itu dibeli Azmin senilai Rp2,5 miliar sesuai harga kesepakatan. Alamatnya di Grand Wijaya Jakarta Selatan," ungkap Azmin,
Pembayaran dilakukan dengan cara melakukan transaksi via bank sebanyak 2 kali ke rekening istri Paulus Tannos pada bulan Agustus 2011.
"Di BAP disebutkan 25 Agustus 2011 dibayar Rp1 miliar ke BCA secara bertahap yaitu sebesar Rp272 juta, Rp166 juta dan Rp617 juta genap, apakah benar?" tanya jaksa KPK Wawan Yunarwanto.
"Benar," jawab Azmin.
Sedangkan pembayaran kedua pada Desember 2011 sebesar Rp1,5 miliar ke istrinya Paulus Tannos.
Aset kedua adalah tanah kosong seluas 2.450 meter persegi. Namun tanah itu dibeli Azmin bersama dengan rekannya bernama Johny De Platte.
"Dibeli seharga 3,1 juta dolar AS atau sekitar Rp31 miliar," ungkap Azmin.
Azmin mengaku bahwa Paulus pernah menceritakan ia memenangkan proyek pengadaan KTP-E. Azmin pun mengenal Irman karena merupakan teman satu almamater sedangkan Paulus Tannos ia kenal sejak 2004-2005 sebagai sesama pengusaha.
"Saat ini ruko masih dalam penguasaan saya tapi tapi tanah Brawijaya ada masalah karena digugat ahli waris dan tanahnya ada kurang 250 meter, jadi saya menyesal juga saya membelinya," tambah Azmin.
Sedangkan Paulus Tannos yang hari ini juga memberikan keterangan dari Singapura melalui "teleconference" juga mengakui pembelian tersebut.
"Dengan Azmin Aulia kenal sejak lama, dia itu adiknya Gamawan Fauzi," ungkap Paulus.
Paulus mengaku sempat menghubungi Azmin saat ingin ikut tender KTP-E, tapi ia ditolak oleh Azmin.
"Azmin juga mengatkan untuk KTP-E jangan ke saya deh karena kakaknya Mendagri jadi Azmin tidak pernah mau bicarakan masalah e-KTP dengan saya dan saya tidak pernah bicarakan e-KTP dengan Azmin," kata Paulus.
Namun menurut Paulus, Azmin memberikan selamat kepadanya karena sudah memenangkan proyek KTP-E.
"Kantor saya di Jalan Brawijaya ingin saya pindahkan karena memang sudah pindah kantor tiba-tiba disewa oleh Hendra. Hendra adalah kawannya Pak Gamawan, setelah disewa akhirnya saya butuh dana dan saya tanyakan ke Azmin mau tidak ruko saya dengan harga pasar yang wajar? Akhirnya Azmin tanya ke saya harga pasar wajar berapa? Staf saya sebut harga dan saya kasih tahu Azmin dan terjadi jual beli," ungkap Paulus.
Namun Paulus mengaku tidak ingat angkanya.
"Di BAP saudara menerangkan Azmin Aulia membeli dengan Rp3 miliar itu benar?" tanya jaksa.
"Benar," kata Paulus.
Selain itu, Pauslus juga mengaku menjual tanah di Jalan Brawijaya dan ditawarkan ke seorang bernama Johny de Platte, tapi dia tidak mau beli sendiri sehingga mengajak Azmin sehingga pembagiannya Johny mendapat 50 persen dan Azmin mendapat 50 persen.
"Akhirnya setahu saya Johny pakai setengah dan Azmin pakai setengah, mereka juga bayar pakai harga pasar wajar. Harganya saya tidak hapal tapi mungkin saya jual lebih dari 2 kali nilai NJOP, lebih kurangnya 2 juta dolar AS," ungkap Paulus.
Hal itu terjadi pada 2012.
Sedangkan Paulus mengaku tidak kenal dengan abang Azmin, Gamawan Fauzi.
"Saya pernah ketemu satu kali di Padang saat ada peresmian pembangkit listrik dimana saya ingin mencoba jadi subkontraktornya, tapi itu jauh sebelum KTP-E, saya kira saat masih jadi gubernur (Sumatera Barat)," jelas Paulus.
Dalam dakwaan disebutkan bahwa Andi Agustinus pada Juni 2011 memberikan uang kepada Gamawan Fauzi melalui Azmin Aulia sejumlah 2,5 juta dolar AS untuk memperlancar proses penetapan pemenang lelang.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017