Jakarta (ANTARA News) - Fraksi PDI Perjuangan di DPR melihat ada tendensi peniadaan sistem negara kesatuan yang mengancam integrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di balik usulan amendemen ke-5 atas konstitusi negara, dengan memaksakan pola bikameral seperti berlaku di negara federasi.
"Amendemen atas konstitusi negara memang bukan hal keramat, tetapi jika hendak melakukannya, semua pihak, terlebih lembaga negara seperti MPR RI (termasuk di dalamnya DPR RI dan DPD RI), serta Presiden RI harus melihat situasi serta kondisi aktual bangsa, terutama menyangkut ancaman atas integrasi NKRI," tegas anggota Fraksi PDIP di DPR RI, Aria Bima, di Jakarta, Rabu.
Aria Bima menyatakan pendapatnya itu atas nama fraksinya, menyusul kontroversi usulan amendemen oleh pihak DPD RI yang belakangan mengalami jalan buntu, setelah sejumlah fraksi beranggota banyak di MPR RI menarik dukungannya.
"Dari awal memang fraksi kami belum berkehendak untuk melakukannya (amendemen atas konstitusi negara). Karena, ada masalah-masalah bangsa lainnya yang lebih urgen, utamanya soal integritas NKRI, ancaman para tetangga, kemiskinan, pengangguran dan seterusnya," kata Aria Bima, mengutip hasil diskusi di lingkup fraksinya.
Karena itu, dia sekali lagi mengingatkan, jika hendak mengamendemen Undang Undang Dasar (UUD) 1945, MPR RI beserta alat kelengkapannya bersama pemerintah harus melihat situasi serta kondisi aktual maupun kebutuhan publik sebenar-benarnya.
Begitu pula dengan alasan amendemen pun, menurutnya, mestinya bukan semata demi perluasan peran politik sebuah lembaga tertentu, seperti DPD RI, tetapi harus menyangkut permasalahan bangsa secara menyeluruh.
Usulan amendemen UUD 1945 yang dipelopori unsur DPD RI itu memang dilakukan untuk mengamendemen pasal 22d UUD.
Tujuan amendemen ini, ialah, untuk menambah kewenangan DPD RI, terutama dalam membahas undang-undang (UU) yang berkaitan dengan daerah, APBN, pajak, pendidikan, serta agama.
"Kan lebih penting dan mendesak jika semua pihak saat ini bersinergi menuntaskan persoalan-persoalan aktual negeri ini yang masih terbengkelai. Seperti penuntasan kasus Munir, tragedi Trisakti, soal lumpur Lapindo, dan sebagainya," katanya usai mengikuti suatu pembahasan di Gedung Parlemen.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007