Seorang laki-laki yang baru saja menimba air itu untuk Puan kemudian memegang ember lalu meletakkan di bibir sumur agar putri Presiden kelima Megawati Soekarnoputri bisa mudah mengambil air tanpa khawatir tumpah.
Puan kemudian membasahi kedua tangannya dengan air dalam ember itu lalu membasahi wajah dan kedua tangannya.
Gerakannya mirip orang yang sedang berwudlu. Namun Puan tidak mencuci kedua kaki sebagaimana layaknya umat Muslim yang hendak melaksanakan shalat.
Cucu Soekarno itu menyempatkan diri membasahi wajah dan tangannya di sela-sela mengunjungi cagar budaya berupa Rumah Pengasingan Soekarno di Jl Soekarno-Hatta, Kota Bengkulu, pekan lalu.
Sekitar 20 menit sebelumnya Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan ini baru melepas acara Lawatan Sejarah Nasional 2017 di halaman depan Rumah Pengasingan Soekarno.
"Cukup. Cukup. Terima kasih," kata Puan sambil mengusap kedua tangannya.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy juga melakukan hal yang sama.
Kedua menteri ini bisa jadi ingin melengkapi kedatangan ke rumah pengasingan Soerkarno itu tidak hanya dengan menginjak tanah, tapi juga merasakan jernihnya air sumur.
Di rumah kayu berukuran 9 X 18 itulah Soekarno tinggal semasa diasingkan oleh Belanda di Bengkulu pada 1938 sampai 1942. Dia diasingkan karena Belanda takut dengan kegiatan politiknya.
Namun, Soekarno tetap beraktivitas politik di pengasingan, bahkan menjadi seorang guru di sekolah, selain mendisain salah satu masjid yang paling megah saat itu di Kota Bengkulu. Di rumah itulah, dia juga menyusun strategi perjuangan untuk merebut kemerdekaan.
Di Bengkulu, Soekarno banyak berhubungan dengan tokoh-tokoh agama, bahkan menikahi Ibu Fatmawati yang merupakan anak tokoh Muhammadiyah di Bengkulu, Hassan Din dan Siti Chadijah.
Rumah tersebut awalnya milik pengusaha keturunan Tionghoa Tan Eng Cian yang menjadi pemasok bahan kebutuhan pokok untuk pemerintah kolonial Belanda.
Bangunan itu disewa Belanda untuk ditempati Soekarno selama diasingkan di Bengkulu.
Di rumah itu, sejumlah benda-benda peninggalan Soekarno disimpan, antara lain sepeda, lemari kayu, seperangkat kursi tamu yang terbuat dari kayu dan anyaman rotan serta deretan buku-buku berbahasa Belanda.
Sejumlah foto Soekarno juga terpasang di tempat itu. Rumah itu juga menyimpan tempat tidur dan meja kerja yang dipakai tokoh Proklamator itu.
Dengan luas tanah 162 m2, rumah berbentuk limas memiliki pintu utama berdaun ganda berbentuk persegi panjang.
Rumah Fatmawati
Sekitar 100 dari rumah pengasingan Soekarno, ada pula rumah Fatmawati yang banyak juga menyimpan sejarah perjuangan bangsa ini dalam merebut kemerdekaan.
Rumah di Jl Fatmawati ini hanya replika, namun kondisinya dibuat seperti aslinya sebab rumah aslinya yang dibangun 1920 di Jl S Parman sudah tidak ada lagi. Rumah replika dibuat untuk menyimpan sejumlah benda bersejarah yang ada di rumah Fatmawati.
Rumah kayu itu berwarna coklat dan berbentuk panggung, sebagaimana bentuk rumah yang banyak ditemui di Bengkulu, terutama di masa lalu.
Ukuran bangunan itu hanya 10 X 10 meter yang di dalamnya terdapat satu ruang tamu, dua kamar tidur dan satu dapur. Satu kamar tidur untuk kedua orang tuanya dan satu kamar untuk ditempati sendiri.
Sejumlah barang yang bisa dilihat dalam rumah itu adalah foto-foto Fatmawati bersama Soekarno dan anak-anak mereka, yaitu Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, dan Guruh Soekarnoputra. Foto ini berada di ruang tamu.
Selain itu ada foto Fatmawati dalam berbagai kunjungan kenegaraan. Di dalam kamar di pojok kanan terdapat mesin jahit yang digunakan oleh Fatmawati untuk menjahit Sang Saka Merah Putih dari dua helai selendang.
Di kamar tidur juga terdapat ranjang besi yang dulunya dipakai Fatmawati yang lahir pada 5 Februari 1923 maupun kedua orang tuanya.
Puan Maharani yang merupakan salah satu cucu langsung Soekarno-Fatmawati mengatakan pihak keluarga mengizinkan pemerintah memelihara dan merawat rumah pengasingan Soekarno dan rumah tinggal Fatmawati di Kota Bengkulu.
Puan mengatakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendi telah meminta izin kepada dirinya selaku keturunan langsung Soekarno-Fatmawati untuk memelihara kedua rumah itu.
"Saya katakan ya boleh," kata Puan saat membuka Lawatan Sejarah Nasional 2017 di rumah pengasingan Soekarno, Kota Bengkulu, Senin (15/5).
Putri Megawati Soekarnoputri ini menyambut baik keinginan Mendikbud untuk memelihara dan merawat semua hal terkait dengan sejarah di Indonesia, termasuk kedua rumah bersejarah itu.
Selama ini Rumah Fatmawati dikelola oleh Yayasan Ibu Fatmawati sehingga campur tangan pemerintah sangat dibutuhkan untuk menjaga rumah itu tetap menjadi salah satu saksi perjuangan rakyat Indonesia merebut kemerdekaan.
Wakil Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah mengatakan keberadaan Rumah Fatmawati itu seolah membuktikan bahwa ada puteri Bengkulu, Fatmawati, sangat berpengaruh secara nasional karena mampu mengantar dua presiden di Indonesia sekaligus, yakni Soekarno dan Megawati Soekarnoputri.
"Ada peran besar Fatmawati untuk mengantarkan Soekarno menjadi Presiden," katanya.
Tidak itu saja, dari rahim Fatmawati pula lahir Megawati Soekarnoputri yang kemudian menjadi Presiden kelima Indonesia.
Masjid Jamik
Jejak Soekarno di pengasingan juga terlihat di Masjid Jamik, Kota Bengkulu. Masjid di Kelurahan Pengangtungan yang dibangun pada 1938 ini dirancang oleh Soekarno.
Di sela-sela mengajar di perguruan Muhammadiyah di Jl Ahmad Dahlan, Soekarno sering menyempatkan shalat di Surau Limo. Melihat kondisi surau yang memprihatinkan, dia lalu membuat desain baru yang bergaya Eropa bahkan memimpin renovasi surau itu pada 1938.
Soekarno ikut terlibat langsung mengawasi pembangunan termasuk memilih material pembangunan. Warga sekitar juga mengumpulkan dana untuk pembelian material bangunan.
Pemerintah Indonesia pun menjadikan masjid ini sebagai cagar budaya.
Seorang pengurus Masjid Jamik mengatakan bangunan fisik masjid belum pernah berubah bahkan daun pintunya masih asli.
"Hanya cat saja yang baru," kata pria berkopiah putih itu.
Pengasingan yang dijalani Soekarno tidak membuat dia terasing. Fisiknya boleh saja di tempat terasing kala itu, namun fikirannya tidak diam. Dia mengajar anak-anak di Bengkulu, membangun jaringan politik bahkan dia memimpin sendiri pembangunan salah satu masjid yang kini menjadi salah satu kebanggaan warga Bengkulu.
Oleh Santoso
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2017