Dinamakan bubur suro karena dibuat dan diracik oleh salah satu pendiri Masjid Al-Mahmudiyah atau Masjid Suro yang juga termasuk masjid bersejarah Kota Palembang. Masjid tersebut berada di Jalan Ki Gede Ing Suro Kelurahan 30 Ilir, kata pembuat makanan khas tersebut, Artibi di Palembang, Rabu.
Untuk membuat bubur suro dibutuhkan lima kilogram beras dan 20 liter air bersih untuk 100 porsi bubur, serta berbagai rempah yang menjadi bumbu utama dalam proses pembuatannya.
"Untuk bumbunya ada bawang putih, bawang merah, ketumbar, merica, garam, kecap, bumbu sop dan minyak makan," kata Artibi.
Beras yang sudah dicuci dimasak dan diaduk selama kurang lebih tiga jam, kemudian racikan bumbu yang sudah ditumis dimasukkan ke dalamnya lalu diaduk lagi hingga mengeluarkan aroma khas.
Pada masakan bubur juga dimasukkan satu kilogram daging sapi yang dipotong kecil-kecil untuk menambah lezat sajian bubur ketika disantap.
Menjelang matangnya bubur, biasanya banyak warga sekitar masjid yang antre untuk mendapatkan bubur suro tersebut karena hanya ada di bulan puasa saja. SElain dibagikan, bubur tersebut juga diperuntukkan sebagai hidangan berbuka bagi jamaah masjid.
Menurutnya, bubur suro hanya ada pada momentum tertentu saja seperti saat bulan Ramadhan dan lebaran anak yatim yakni tanggal 10 Muharram. Secara adat tidak boleh ada yang menjualnya secara bebas, karena kuliner tersebut sudah termasuk menjadi warisan budaya.
"Kalau dulu semua warga ke sini untuk meminta bubur suro, tapi sekarang banyak Mushala di sekitar daerah sini ikut membuatnya, sehingga warga mengambil bubur suro di Mushala atau masjid terdekat," katanya.
Pewarta: Aziz Munajar*Muhammad Suparni
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2017