"Agar kebijakan kita sesuai dengan realitas seperti lewat riset," kata Lukman di sela peluncuran buku "Pekerja Binadamai dari Tanah Pasundan" di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan bahwa riset menyajikan data kuantitatif dan atau kualitatif yang terukur sehingga akan sangat baik jika menjadi landasan pengambilan kebijakan. Dengan begitu, hasil riset tidak hanya berhenti menjadi naskah akademik, tetapi dapat memecahkan persoalan nyata masyarakat.
Penggunaan riset, kata dia, juga harus ditradisikan dalam mengambil kebijakan publik jangan hanya melandaskan kebijakan lewat asumsi atau anggapan umum. Jika sudah demikian, kebijakan yang dibuat untuk masyarakat sesuai kenyataan dan kebutuhan.
Lukman mencontohkan dalam menyiapkan RUU Perlindungan Umat Beragama dapat memanfaatkan hasil riset yang ada karena makin didalami suatu persoalan keberagamaan maka akan makin kompleks.
Lewat riset, kata dia, akan diukur seberapa penting atau tidak suatu kebijakan bagi publik. Dalam perihal RUU Perlindungan Umat Beragama terdapat persoalan pro dan kontra di tengah masyarakat.
"Ada tarikan agar sesegera mungkin negara hadir dengan regulasi. Ada juga tarikan bahwa tidak perlu RUU ini karena seperti membuka kotak Pandora, makin dibuka maka terus muncul persoalan," katanya.
Ia menyebutkan terdapat kenyataan sejauh ini banyak persoalan agama yang tidak dilandaskan pada kajian studi yang baik. Dengan begitu, muncul kecurigaan di antara warga terlebih realitas berbangsa Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk.
"Riset sejauh ini tidak cukup pokok dalam penentuan pembuatan kebijakan. Padahal, Indonesia adalah laboratorium sosial yang kompleks, nyaris tidak ada teori yang sama, tetapi terus berubah. Maka, riset harus berkelanjutan," katanya.
(T.A061/D007)
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017