Dalam serah terima proyek di Jakarta, Senin, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan proyek fase II ditujukan untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan pelayaran di Selat Malaka dan Selat Singapura.
"Saya menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada Pemerintah Jepang yang terus konsisten meningkatkan keselamatan dan keamanan pelayaran di Selat Malaka dan Selat Singapura melalui bantuan hibah berupa pembangunan VTS," ujarnya merujuk pada proyek sistem lalu lintas kapal (Vessel Traffic System/VTS).
Sementara Duta Besar Jepang untuk Indonesia Masafumi Ishii mengatakan kerja sama tersebut ditujukan untuk meningkatkan keselamatan pelayaran di Selat Malaka dan Singaoura, yang risiko kecelakaannya tinggi karena sempit dan dangkal.
"Kerja sama di bidang VTS antara Indonesia dengan Jepang memiliki sejarah yang lama dan saat ini merupakan sistem VTS tahap kedua," katanya.
Ishii menuturkan kerja sama tersebut telah ditandatangai pada 7 November 2008 untuk Fase I dan 22 Juni 2008 untuk Fase II.
Pembangunan Tahap I dimulai 15 Desember 2009 dan selesai 31 Maret 2011. Pembangunan Fase II dimulai pada 28 Maret 2014 dan selesai 10 Juni 2016.
"Fasilitas tahap pertama masih dioperasikan secara baik karena kami bukan memberikan fasiltas saja, melainkan juga tenaga ahli," katanya.
Dia menyebutkan saat ini 20 personel dari Dumai dan dua dari Batam telah terakreditasi sebagai tenaga operasional VTS sesuai dengan standar Otoritas Asosiasi Internasional Bantuan Maritim untuk Navigasi Mercusuar (IALA).
"Dengan proyek ini sebagai permulaannya, kami berharap agar Indonesia dan Jepang dapat menciptakan hubungan kerja sama lainnya untuk menciptakan keamanan untuk industri penerbangan dan kereta api," katanya.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut A Tonny Budiono menjelaskan Selat Malaka dan Selat Singapura adalah salah satu kawasan laut Indonesia yang paling penting di Asia Tenggara.
Jalur Laut sepanjang 550 mil laut tersebut termasuk salah satu jalur perdagangan internasional yang sibuk.
Lebih dari 90.000 kapal dari berbagai negara dan sedikitnya 14.000 kapal dari Jepang melewati Selat tersebut setiap tahunnya.
"Kondisi perairan yang sempit dan dangkal, ditambah dengan padatnya lalu lintas kapal, baik kapal penumpang, kapal kargo atau pun kapal ikan yang menyeberangi jalur tersebut setiap harinya menimbulkan risiko bencana yang besar, sehingga diperlukan peningkatan keselamatan dan keamanan pelayaran di wilayah tersebut," katanya.
Kondisi itulah yang kemudian mendasari Pemerintah Indonesia menerima dana bantuan hibah dari Pemerintah Jepang sebagai salah satu pengguna Selat Malaka dan Selat Singapura pada Maret 2006 guna membangun sistem layanan lalu lintas kapal, serta pengadaan peralatan dan pembangunan VTS Center serta fasilitasnya dengan membangun VTS Center di Batam (Proyek Fase I) yang telah selesai 31 Maret 2010.
Pemerintah Jepang melanjutkan proyek tersebut dengan Proyek Fase II yang dimulai Oktober 2010 dan rampung 10 Juni 2016.
Tonny menyebutkan bahwa proyek Fase II ini meliputi pembangunan fisik berupa VTS Sensor Stations di Tanjung Medang dan Tanjung Parit, Repeater Stations di Tanjung Sair, Simpang Ayam dan Selincing serta VTS Sub Center di Dumai berikut pembangunan fasilitasnya seperti VTS Sub Center di Dumai, pembangunan peralatan di Tanjung Medang, Pembangunan Generator di Tanjung Medang dan Dumai serta Steel Tower untuk Radar dan Communication Device di Tanjung Medang, Tanjung Sair, Tanjung Parit dan Simpang Ayam.
VTS Fase II punya jangkauan lebih luas, mencakup seluruh wilayah perairan Selat Malaka dan Selat Singapura sepanjang 550 mil laut mulai dari Horsburg sampai dengan Tanjung Medang.
"Kementerian Perhubungan telah mengoperasikan layanan VTS tersebut secara penuh dan langsung setelah serah terima dimaksud agar pengawasan kapal di selat malaka dapat dilakukan sehingga meningkatnya keselamatan pelayaran," katanya.
Selain mendapatkan bantuan hibah untuk pembangunan fasilitas VTS, Indonesia juga bekerja sama dengan Badan Kerja Sama Internasional Jepang (JICA) dalam bidang peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam bentuk bantuan teknis untuk pengoperasian VTS.
Kerja sama yang telah dijalin sejak tahun 2012 ini ditujukan untuk memberikan pengetahuan dan teknik pengoperasian bagi para operator VTS melalui serangkaian pelatihan.
Sebagai salah satu hasil dari kerja sama teknis tersebut, saat ini VTS Batam telah memiliki 17 orang operator VTS yang memiliki sertifikasi sesuai Standar (IALA) V. 103.1 dan VTS Dumai sebanyak 18 orang VTS Operator sesuai Standard IALA V. 103.1.
Hingga saat ini Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan telah memiliki 21 VTS yang tersebar di seluruh Indonesia, antara lain di Belawan, Teluk Bayur, Batam, Panjang, Palembang, Merak, Jakarta, Semarang, Surabaya, Benoa/Lombok Straits, dan Lembar.
Selain itu ada VTS di Pontianak, Batu Licin, Banjarmasin, Balikpapan, Samarinda, Makassar, Bitung, Sorong, Bintuni, dan Dumai.
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017