"Kami mencoba mengambil jalan tengah terkait presidential treshold di angka 10-15 persen," kata Sudding di Gedung Nusantara II, Jakarta, Kamis.
Menurut dia angka 10-15 persen merupakan usaha Hanura menjembatani pendapat fraksi-fraksi terkait "presidential threshold" yaitu 20-25 persen dan 0 persen.
Dia mengakui bahwa "presidential threshold" di Pansus Pemilu belum disepakati semua fraksi karena ada perbedaan antara pendapat fraksi-fraksi dengan pemerintah.
Sudding menjelaskan di satu sisi masih ada parpol yang menginginkan angka "presidential threshold" 20-25 persen, masih ada 0 persen, dan masih ada di angka 10-15 persen sehingga ada tiga kluster.
"Pembahasan RUU Pemilu cukup menguras energi dan beberapa kali pertemuan-pertemuan serta kita juga lakukan pertemuan-pertemuan dengan ketua umum parpol dan sekjen masih belum ada titik temu, terkait masalah presidential threshold," ujarnya.
Dia berharap Kamis (15/6) pembahasan di Pansus Pemilu ada titik temu karena tinggal pembahasan "presidential threshold", sementara yang lain hanya turunan saja seperti "district magnitude", "parliamentary threshold", alokasi kursi di tiap daerah pemilihan.
Sudding menilai kalau pembahasan RUU Pemilu "deadlock" yaitu tidak ada kesepakatan antara pemerintah dan DPR maka UU Pemilu lama diberlakukan.
Menurut dia tinggal pemerintah mau mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait pelaksanaan pemilu serentak sesuai Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) atau tidak.
"Harus ada payung hukumnya dengan membuat perppu pemilu serentak karena dalam UU nomor 8 tahun 2015 tidak diatur tentang pemilu serentak," katanya.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2017