Jakarta (ANTARA News) - Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mempertimbangkan untuk tidak akan mengajukan banding terhadap vonis dalam perkara korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) "buffer stock" tahun anggaran 2005 di Kementerian Kesehatan dan penerimaan gratifikasi sebesar Rp1,9 miliar.....Saya sangat shock dan kecewa, fakta persidangan kok tidak dipakai? Kalau fakta persidangan dipakai tidak begini, apa gunanya sidang berkali-kali dengan biaya negara, fakta persidangan tidak dipakai sama sekali."
"Kayaknya tidak (banding) ya. Saya sudah mengira bahwa begitu saya sudah melihat keanehan dari fakta-fakta persidangan dan tuntutan. Lebih kaget lagi saya berharap hakim akan memilih salah satu dari dakwaan ternyata ini dua dakwaan," kata Siti seusai sidang pembacaan vonis di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat.
Siti Fadilah dalam perkara ini divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan ditambah harus membayar uang pengganti Rp550 juta subsider 6 bulan kurungan.
Vonis itu lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang meminta agar Siti Fadilah divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp1,9 miliar subsider 1 tahun kurungan.
"Sisa uang Rp550 juta itu segera (dikembalikan), itu ketentuan negara, walaupun saya tidak sama sekali menerima. Masa karena tidak menerima, terus diterima pihak ketiga begitu apa buktinya? Tidak ada buktinya tapi kalau tidak mengembalikan hukuman ditambah," tambah Siti.
Meski mengaku tidak berniat banding, Siti Fadilah mengaku kaget dan kecewa.
"Ini Indonesia raya biasanya begitu tuntutan, vonisnya dua perempat atau dua pertiga, tapi saya sudah menduga dari awal. Saya sangat shock dan kecewa, fakta persidangan kok tidak dipakai? Kalau fakta persidangan dipakai tidak begini, apa gunanya sidang berkali-kali dengan biaya negara, fakta persidangan tidak dipakai sama sekali," tambah Siti.
Hakim menilai Siti Fadilah terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam dua kasus yaitu pertama menyalahgunakan kewenangan dalam kegiatan pengadan alat kesehatan (alkes) guna mengantispasi kejadian luar biasa (KLB) 2005 pada Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) dengan melakukan penunjukan langsung (PL) kepada PT Indofarma Tbk sehingga merugikan keuangan negara senilai Rp5,783 miliar.
Kerugian negara itu adalah keuntungan yang diperoleh PT Mitra Medidua yang merupakan suplier alkes PT Indofarma Tbk. PT Indofarma Global Medika ditunjuk Siti sebagai rekanan untuk melaksanaan pengadaan "buffer stock" tersebut karena direktur perusahaan itu Ary Gunawan datang bersama dengan Ketua Sutrisno Bachir Foundation (SBF) Nuki Syahrun yang juga adik ipar Sutrisno Bachir. Nuki Syahrun kemudian menghubungi Direktur Utama PT Mitra Medidua Andi Krisnamurti yang merupakan suami Nuki, Rizaganti Syahrun, untuk menjadi suplier alkes PT Indofarma.
Namun berbeda dengan JPU yang menilai bahwa keuntungan PT Indofarma juga merupakan kerugian negara, hakim menilai bahwa keuntungan PT Indofarma bukanlah kerugian negara.
"PT Indofarma menerima pembayaran Rp13,9 miliar setelah dikurangi pajak dari jumlah tersebut dibayar ke PT Medidua sehingga mendapat selisih Rp364 juta dan PT Mitra Medidua mendapat Rp5,783 miliar. Selisih PT Indofarma sebesar Rp364 juta bukan kerugian negara karena PT Indofarma adalah BUMN yang sumber keuangannya berasal dari negara sehingga selisih uang yang diterima PT Indofarma adalah uang negara yang ditempatkan di PT Indofarma karena keuangan negara termasuk yang ditempatkan di BUMN sesuai dengan UU Tipikor," tambah hakim Diah.
Terkait dengan pengurangan kerugian negara tersebut, ketua jaksa penuntut umum KPK Ali Fikri mengatakan bahwa ia akan mendalami kembali laporan BPK.
"Masalah kerugian negara itu dasarnya dari laporan BPK, nanti kami akan lihat lagi seperti apa bahwa sudah jelas unsur kerugian negaranya terpenuhi hanya Indofarmanya tidak masuk, nanti pertimbangnya akan kami pelajari, apakah pertimbangan majelis hakim mengambil laporan BPK dan apakah logic," kata jaksa Ali seusai sidang.
Dalam dakwaan kedua, Siti Fadilah dinilai menerima suap sebesar Rp1,9 miliar karena telah menyetujui revisi anggaran untuk kegiatan pengadaan alat kesehatan (alkes) I serta memperbolehkan PT Graha Ismaya sebagai penyalur pengadaan Alkes I tersebut.
Suap itu berupa Mandiri Traveller Cheque (MTC) sejumlah 20 lembar senilai total Rp500 juta dari Sri Rahayu Wahyuningsih selaku manager Institusi PT Indofarma Tbk dan dari Rustam Syarifudin Pakaya selaku Kepala Pusat Penanggulangan Krisis atau PPK Depkes yang diperoleh dari Dirut PT Graha Ismaya Masrizal sejumlah Rp1,4 miliar juga berupa MTC. Sehingga totalnya adalah Rp1,9 miliar.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017