• Beranda
  • Berita
  • UE rangkul China setelah AS mundur dari Perjanjian Paris

UE rangkul China setelah AS mundur dari Perjanjian Paris

18 Juni 2017 10:21 WIB
UE rangkul China setelah AS mundur dari Perjanjian Paris
Protes Kebijakan Donald Trump Aktivis Greenpeace Indonesia berunjuk rasa di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat, Jakarta, Rabu (7/6/2017). Mereka memprotes kebijakan Presiden Donald Trump yang menyatakan Amerika Serikat mundur dari Perjanjian Paris. (ANTARA/Widodo S Jusuf) ()
Guiyang, Guizhou (ANTARA News) - Uni Eropa merangkul China untuk bersama-sama mengatasi persoalan lingkungan global setelah Amerika Serikat menarik diri dari Perjanjian Paris yang ditandatanganinya bersama sejumlah negara di Ibu Kota Prancis itu pada 2015.

"Saat ini ketika Presiden (AS) Trump sudah menyerahkan tanggung jawab dalam mengatasi persoalan global, maka tidak ada jalan lain bagi Uni Eropa, kecuali merangkul China," politikus Inggris, John Leslie Presscott, di Guiyang, Provinsi Guizhou, China, Sabtu (17/6) malam.

Saat memberikan sambutan dalam acara pembukaan simposium Forum Ekologi Global (EFG) 2017 tersebut, Wakil Perdana Menteri Inggris periode 1997-2007 itu menyatakan peran pentingnya China untuk bersama-sama mengatasi persoalan lingkungan.

"Uni Eropa sebagai konsumen ekonomi terbesar di dunia akan bekerja sama dengan China sebagai salah satu negara terbesar dunia untuk mengamankan Perjanjian Paris dan bersama-sama mengatasi persoalan lingkungan," kata anggota parlemen Inggris yang pernah duduk di jajaran Dewan Uni Eropa itu.

Di bawah pemerintahan Presiden Xi Jinping, Presscott menganggap China memiliki kemampuan untuk menjembatani kepentingan negara maju dan negara berkembang yang sedang menuju tahap pembangunan dengan perspektif ekologi.

Menurut dia, sudah saatnya kerja sama negara-negara maju dan negara-negara berkembang dikonkretkan.

"Di jajaran Dewan Uni Eropa yang beranggotakan 47 negara, saya telah menyusun kerangka kesepakatan antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang untuk ditandatangani pada Konferensi Perubahan Iklim di Bonn (Jerman) bulan November mendatang," katanya.

Oleh sebab itu, Presscott berharap agar ajang tahunan EFG di Guiyang yang berlangung pada 17-18 Juni itu bisa menelurkan kesepakatan yang bisa diimplementasikan dalam mengatasi persoalan lingkungan.

"Saya ucapkan selamat kepada panitia penyelenggara atas terselenggaranya konferensi rutin ini sebagai solusi atas masalah lingkungan global," katanya.

Guiyang, kota kecil yang berjarak sekitar 2.250 kilometer di sebelah selatan Ibu Kota China di Beijing itu bergeliat sejak Jumat (16/6) saat para peserta dari berbagai negara datang untuk menghadiri simposium tersebut.

Hampir semua sudut kota, termasuk Bandar Udara Internasional Longdongbao, dipenuhi dengan spanduk kegiatan tahunan yang dipusatkan Guiyang International Ecologial Confence Center itu.

Selain jajaran pejabat dari Pemerintah Provinsi Guizhou dan Pemerintah Kota Guiyang serta akademisi lingkungan hidup China, acara tersebut juga dihadiri sejumlah praktisi dan pakar lingkungan internasional, seperti Presiden Wilderness Foundation Vence Marti, Presiden IUCN Zhang Xinsheng, UNESCO, dan WWF.

Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2017