"Ada pedoman BPOM mengenai produk yang kami awasi. Kalau dalam aturan pangan itu ada cara ritel yang baik, ada ketentuan, penempatan harus terpisah," kata Penny di Jakarta, Senin.
Menurut dia, perusahaan ritel harus menempatkan produk mengandung babi secara terpisah dengan produk lain dan memiliki tanda khusus. Dengan begitu, masyarakat bisa membedakan produk yang mengandung babi atau tidak. Alasannya, terdapat sebagian masyarakat yang mengonsumsi produk mengandung babi dan ada yang tidak.
Dia mengatakan Samyang varian Mie Instan U-Dong, Nongshim (Mie Instan Shim Ramyun Black), Samyang (Mi Instan Rasa Kimchi) dan Ottogi (Mie Instan Yeul Ramen) seharusnya memiliki label khusus. Tapi pada praktiknya tidak terjadi karena importir produk saat melakukan registrasi ke BPOM tidak melaporkan mengenai kandungan DNA babi dalam produk tersebut.
"Pada saat mereka mendaftarakan sesuai ketentuan. Produk jika mengandung babi itu harus diterjemahkan ke Indonesia dalam kemasannya bahwa mengandung bahan babi dan harus ada dalam labelnya dengan disertakan gambar babi," kata Penny yang merujuk pada Peraturan Kepala BPOM Nomor 12 Tahun 2016.
Seharusnya, kata dia, mi Korea tersebut di atas mencantumkan label mengandung babi. Setelah BPOM melakukan pengecekan ke lapangan ternyata mi tersebut memiliki kandungan babi.
BPOM, kata dia, bukan dalam ranah menentukan suatu produk itu halal atau haram melainkan wewenanganya adalah untuk memisahkan produk mengandung atau steril dari babi. Penentuan haram tidaknya suatu produk adalah ranah dari Majelis Ulama Indonesia.
Penny menolak jika BPOM disebut kecolongan terhadap kasus mi Korea mengandung babi itu. "Saya tidak mengatakan kecolongan. Kecolongan jika BPOM tidak melakukan apa-apa. Terdapat ketentuan yang dilanggar oleh importir mi Korea itu. Tindakan administrasi sudah kami lakukan. Kalau ada pelanggaran tinkat lanjut bisa hukum pidana dan atau proses lain," kata dia.
(Baca: BPOM temukan produk mie instan Korea mengandung babi)
(Baca juga: BPOM: edarkan mi mengandung babi bisa pidana)
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2017