• Beranda
  • Berita
  • Mahkamah Agung AS kuatkan kebijakan imigrasi Trump

Mahkamah Agung AS kuatkan kebijakan imigrasi Trump

27 Juni 2017 06:05 WIB
Mahkamah Agung AS kuatkan kebijakan imigrasi Trump
Presiden Amerika Serikat Donald Trump). (REUTERS/Carlos Barria )
Washington (ANTARA News) - Mahkamah Agung AS pada hari Senin memberikan satu kemenangan kepada Presiden Donald Trump dengan menghidupkan kembali bagian-bagian dari larangan perjalanan bagi orang-orang dari enam negara berpenduduk mayoritas Muslim yang menurutnya dibutuhkan untuk keamanan nasional.

Para hakim telah mempersempit lingkup putusan pengadilan yang lebih rendah yang telah benar-benar memblokir bagian-bagian kunci dari perintah eksekutif tanggal 6 Maret yang menurut Trump diperlukan untuk mencegah terorisme di Amerika Serikat, kata Reuters dal am laporannya.

Dalam sebuah pernyataan, Trump menyebut tindakan Mahkamah Agung tersebut sebagai ”sebuah kemenangan yang jelas untuk keamanan nasional kita”.

"Sebagai presiden, saya tidak bisa membiarkan orang masuk ke negara kita yang ingin menyakiti kita. Saya ingin orang-orang yang bisa mencintai Amerika Serikat dan seluruh warganya, dan siapa yang akan bekerja keras dan produktif," Trump menambahkan.

Perintah Trump pada tanggal 6 Maret menyerukan larangan bepergian ke AS selama 90 hari kepada orang-orang dari Iran, Libya, Somalia, Sudan, Suriah dan Yaman dan larangan 120 hari untuk semua pengungsi sementara pemerintah menerapkan prosedur pemeriksaan yang lebih ketat.

Pengadilan federal mengizinkan sebuah versi terbatas dari larangan pengungsian, yang juga telah ditolak oleh untuk diberlakukan.

Trump mengeluarkan perintah tersebut di tengah meningkatnya kekhawatiran internasional tentang serangan yang dilakukan oleh militan Islam seperti di Paris, London, Brussels, Berlin dan kota lainnya.

Namun, penentang mengatakan tidak ada orang dari negara-negara yang terkena dampak yang telah melakukan serangan di Amerika Serikat.

Pengadilan federal mengatakan bahwa larangan bepergian tersebut melanggar undang-undang imigrasi federal dan diskriminatif terhadap orang-orang Muslim yang melanggar Konstitusi AS.

Kritikus menyebutnya sebagai "larangan Muslim yang diskriminatif".

Ahmed al-Nasi, seorang pejabat di Kementerian Urusan Luar Negeri Yaman, menyuarakan kekecewaannya.

Kelompok yang menentang larangan tersebut, termasuk American Civil Liberties Union, mengatakan bahwa kebanyakan orang dari negara-negara yang terkena dampak yang ingin masuk ke Amerika Serikat akan membutuhkan koneksi. Tapi mereka menyuarakan kekhawatiran bahwa pemerintah akan menafsirkan larangan tersebut seluas mungkin.

"Ini akan sangat penting bagi kita selama periode intervensi ini untuk memastikan bahwa pemerintah mematuhi persyaratan dan tidak mencoba menggunakannya sebagai pintu belakang untuk menerapkan larangan Muslim skala penuh yang telah diupayakan untuk dilaksanakan,” kata Omar Jadwat, seorang pengacara ACLU.

Dalam sebuah keputusan yang tidak biasa, Mahkamah Agung pada hari Senin mengatakan bahwa larangan bepergian akan mulai berlaku "sehubungan dengan warga negara asing yang tidak memiliki hubungan baik dengan seseorang atau entitas di Amerika Serikat."

Kurangnya hubungan yang jelas bisa menghalangi orang masuk dari enam negara dimaksud dan pengungsi tanpa ikatan semacam itu, demikian mengutip Reuters.


Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017