Sementara itu, Kementerian Kesehatan Palestina memastikan kematian pria tersebut, namun belum bisa memberikan penjelasan lebih lanjut terkait jatidirinya.
Militer Israel mengeluarkan gambar senjata otomatis darurat tergeletak di tanah, yang mereka sebut milik pria yang ditembak.
Selama ini tentara Israel sering melakukan patroli dan pencarian senjata dan pihak yang menganggunya di daerah Palestina, sekaligis menangkap tersangka dan mencari peluru.
Gelombang serangan jalanan Palestina yang dimulai pada Oktober 2015 telah berkurang dalam beberapa bulan terakhir, namun belum berhenti, demikian laporan kantor berita Reuters.
Sedikit-dikitnya 254 warga Palestina dan satu warga Yordania tewas sejak gelombang kekerasan sporadis dimulai pada 2015 di Israel dan wilayah Palestina.
Israel mengatakan, setidak-tidaknya 172 dari yang tewas adalah pelaku pembunuhan, penusukan, penembakan, atau serangan dengan menabrakkan mobil. Sisanya tewas pada saat bentrokan dan unjuk rasa.
Tiga puluh tujuh warga Israel, dua turis Amerika dan seorang mahasiswi Inggris juga tewas dalam kekerasan tersebut.
Israel mengatakan bahwa pemimpin Palestina telah menghasut warganya untuk melakukan kekerasan. Namun pihak berwenang Palestina, yang menjalankan pemerintahan sendiri di wilayah Tepi Barat, menyangkal tuduhan tersebut dengan mengatakan bahwa keputusasaan atas pendudukan Israel terhadap tanah warga Palestina untuk mendirikan sebuah negara adalah penyebabnya.
Perundingan damai antara pihak-pihak terkait yang diperantarai AS, terhenti pada 2014. Warga Palestina ingin mendirikan negara merdeka di wilayah Tepi Barat, Gaza dan Yerusalem Timur, wilayah yang direbut Israel pada Perang Timur Tengah 1967.
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump bertekad mencapai "kesepakatan bersejarah" di antara kedua pihak. Utusannya bertemu dengan pemimpin Israel dan Palestina pada pekan lalu, berusaha memerantarai perundingan kembali namun tidak ada tanda kapan mereka dapat benar-benar memulai perundingan itu.
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2017