Konferensi dihadiri oleh sekitar 250 peserta dari 16 negara di Asia, antara lain Indonesia, India, China, Taiwan, Korea, Pakistan, Kazakhstan, Jepang, Filipina, Malaysia, Saudi Arabia, Iran dan Hongkong.
Selain itu dari Amerika Serikat, Jerman, Italia, Australia, Austria, Kanada, Trinidad dan Tobago.
Panitia Konferensi, Sarjiya Antonius menjelaskan, "Plant Growth-Promoting Rhizobacteria" (PGPR) atau kerap disebut Rizobakteri merupakan bakteri yang berkoloni dengan perakaran dan mendukung kekebalan, pertumbuhan dan perkembangan tanaman berkat kemampuanya dalam menghasilkan zat pengaturan tumbuh (ZPT).
"Konferensi ini menjadi wadah peneliti dan para pakar dalam berbagi keilmuannya terkait Rizobakteri untuk pertanian berkelanjutan," kata Antonius.
Anton menjelaskan, konferensi mengupas lebih dalam peran Rizobakteri dalam memacu peningkatan hasil pertanian. Rizobakteri juga menjadi biokatalis untuk mendukung tersedianya NPK dan asam-asam organik penting lainnya bagi tanaman.
Menurutnya, PGPR sebagai agen pelestarian lingkungan menjaga biodiversitas mikroba perakaran guna mendukung pertanian ramah lingkungan yang dapat meningkatkan hasil pertanian.
"Salah satu upaya untuk mempertahankan produktivitas pertanian adalah dengan pengaplikasian dan komersialisasi PGPR," katanya.
Saat ini, lanjutnya, pengaplikasian dan komersialisasi PGPR sudah berkembang mendunia. Oleh karena itu, perlu ada kesadaran bersama dalam penataan dan pemanfaatan sumber daya biologis tersebut.
"Di sini pentingnya konferensi Asian-PGPR ini dilaksanakan," kata Anton.
Ia mengatakan, perlu manajemen dalam mempertahankan produktivitas pertanian, menjamin pertumbuhan ekonomi, dan melindungi keanekaragaman hayati sebagai pemenuhan atas tuntutan kebutuhan pangan dunia.
Persoalan yang dihadapi, kegiatan pertanian dan industri berbasis sumber daya alam menjadi landasan pertumbuhan ekonomi banyak negara di Asia.
Lahan yang cocok untuk pertanian, di permukaan bumi ini hanya sekitar 11 persen namun sayangnya sekitar 38 persen dari lahan tersebut sudah terdegradasi akibat kesalahan praktik pengelolaan sumber daya alam.
Dengan keterbatasan ruang untuk memperluas area budidaya, maka manejemen lahan yang baik sangat diperlukan.
"Pertanian berkelanjutan yang mengintegrasikan kesehatan lingkungan serta kelayakan ekonomi diperlukan untuk menunjang upaya jangka panjang," kata Anton.
"Peningkatan produktivitas sumber daya alam, sehingga mampu menunjang kualitas penghidupan ke depan," katanya.
Deputi Ilmu Pengetahuan Hayati (IPH) LIPI, Enny Sudarmonowati menambahkan, tantangan yang dihadapi saat ini adalah mengubah pola pikir masyarakat petani dari penggunaan pupuk kimia menjadi pupuk organik hayati.
"Selama ini petani di negara kita masih berorientasi menggunakan pupuk kimia, padahal jika terus dibiarkan, tidak baik untuk kedepannya. Ini yang harus didorong, melalui PGPR ini bagaimana mengajak petani untuk bercocok tanam secara organik," katanya.
Pendiri yang juga Ketua Asian PGPR Prof MS Reddy mengatakan, konferensi tersebut menjadi ajang bertemunya para peneliti dan pakar dari berbagai negara untuk saling bertukar informasi dan pengalaman dalam mengaplikasikan Rizobakteri di pertanian.
Ia menambahkan konferensi Asian PGPR kali ini merupakan yang kelima kalinya. Sebelumnya juga sudah diselenggarakan di sejumlah negara di antaranya, India, China, Vietnam, Manila dan saat ini di Indonesia.
Pewarta: Laily Rahmawati
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2017