Menempa "orang gila" sembuh dan mampu bekerja

21 Juli 2017 09:07 WIB
Jakarta (ANTARA News) - Bagi orang awam mungkin berpikiran bahwa orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) hampir dipastikan sudah berakhir hidupnya dan tinggal menyisakan ketidakwarasan selama sisa masa hidupnya.

Pandangan orang awam menilai bahwa orang dengan masalah kejiwaan, atau pandangan sangat awamnya disebut dengan "orang gila", tidak bisa disembuhkan dan akan terus seperti itu.

Tapi faktanya, ODGJ bisa dipulihkan dan bahkan hidup produktif dengan bekerja seperti orang normal pada umumnya.

Kebanyakan orang memang hanya melihat bagaimana ODGJ berhalusinasi, bertingkah sangat aneh, bahkan membahayakan dirinya sendiri dan orang lain.

Bagaimana tidak berpikiran seperti itu jika dihadapkan pada pemandangan seperti di lorong Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Dr Soeharto Heerdjan Jakarta misalnya.

Seorang ibu lanjut usia dengan wajah yang lusuh, rambut abu-abu dimakan usia dan nyaris berantakan, duduk di kursi roda yang didorong oleh seorang perawat laki-laki. Di kiri kanan perawat itu terdapat juga tiga orang laki-laki berseragam hitam yang mendampingi.

"Pokoknya gua kaga rela Anton, sampai kapan pun gua kaga rela. Pokoknya gua kaga rela Anton, sampai mati gua kaga rela," kata wanita tua di kursi roda sambil menunjuk-nunjuk tangan kanannya ke atas, di sepanjang lorong itu.

Lain hal lagi jika melihat sejumlah pasien ODGJ yang duduk berjajar dengan dihadapannya terdapat sepiring sajian makan siang. Beberapa orang itu hanya terbengong dengan tatapannya yang kosong dan sangat jauh tanpa memedulikan makanannya, sementara beberapa perawat dengan amat sabar berbicara sangat teratur meminta ODGJ untuk memakan santapan makan siang tersebut.

Namun pemandangan berbeda jika masuk lebih dalam ke rumah sakit jiwa tersebut, di mana ada gedung rehabilitasi yang menyediakan pelatihan berbagai keterampilan.

Ada ruang salon dengan berbagai perlengkapannya untuk praktik memotong, mencuci, dan perawatan rambut. Ada pula ruang tata boga yang memberikan pelatihan memasak atau membuat roti kepada orang dengan gangguan jiwa.

Di dalam gedung rehabilitasi yang dijadikan sebagai kantor administrasi pun terpampang lukisan-lukisan warna-warni yang hampir menutupi seluruh dinding.

Lukisan itu diwarnai dengan cat air, krayon, atau pensil warna dengan gambar yang bisa dibilang mirip dengan gambar anak-anak TK dan SD. Tapi apa yang digambarkan mengimajinasikan hal-hal yang tidak biasa.

Pada salah satu lukisan menggambarkan seorang laki-laki yang menunggang kuda bersayap atau pegasus dengan latar belakang sebuah kastil. Lainnya lagi menggambarkan burung cendrawasih dengan rumah adat papua yang dihiasi bunga-bunga.

Ada pula yang melukis sebatang pohon mati yang ditebang setengah, di tengah tanah kering retak-retak, ada telaga kecil di sampingnya, gunung di kejauhan, dan di langit muncul sepasang mata yang melihat dan memancarkan sinar.

Jika beralih ke halaman kompleks gedung RSJ Soeharto Heerdjan yang tengah merayakan Hari Ulang Tahun ke-150 pada Rabu (19/7), dipamerkan berbagai penganan ringan seperti kue kering dan roti yang merupakan hasil karya pasien ODGJ.

Direktur Utama RSJ Soeharto Heerdjan Aris Tambing mengatakan rumah sakit tersebut tengah berupaya mengubah stigma masyarakat yang memandang negatif rumah sakit jiwa dan ODGJ.

Aris menjelaskan upaya tersebut dengan menunjukkan bahwa pasien ODGJ masih bisa produktif dengan berbagai keterampilannya. Satu hal mengenai mantan pasien ODGJ yang sudah bisa bekerja secara profesional sebagaimana orang normal ialah petugas kebersihan.

Dia meminta kepada perusahaan jasa petugas kebersihan yang bermitra dengan RSJ Soeharto Heerdjan untuk mengangkat 20 persen karyawan dari total keseluruhan karyawan yang bekerja di RSJ tersebut berasal dari mantan pasien ODGJ.

Hingga saat ini, kata Aris, RSJ Soeharto Heerdjan telah mempekerjakan mantan pasiennya sebagai petugas kebersihan. "Awalnya perusahaan ragu, tapi saya katakan saya yang bertanggung jawab," kata dia.

Dari yang semula meragukan, perusahaan jasa tersebut malah meminta lebih banyak lagi karyawan yang berasal dari mantan pasien ODGJ. "Karena mereka lebih rajin, Jam 06.00 sudah datang. Pulangnya harusnya jam 16.00, tapi mereka ngga pulang, pulangnya maghrib," kisah Aris.

Sebelum benar-benar bisa bekerja di dunia nyata secara profesional, RSJ Soeharto Heerdjan membuatkan simulasi pekerjaan terlebih dulu bagi pasien ODGJ. Pengelola RSJ membuatkan mini kafetaria dengan mempekerjakan pasien ODGJ sebagai juru masak, kasir, dan pelayan.



Memulihkan ODGJ

Kepala Instalasi Rehabilitasi RJS Soeharto Heerdjan dr Safitri Wulandari Sp.KJ menjelaskan bahwa ODGJ bisa pulih dengan memperhatikan beberapa aspek.

Aspek rehabilitasi tersebut antara lain manajemen obat di mana pasien harus disiplin meminum obat. Tenaga medis akan memberikan pengetahuan mengenai efek samping obat dan tata cara penggunannya.

Selain itu juga dilakukan manajemen gejala yang timbul. Biasanya halusinasi pasien ODGJ bisa timbul secara tiba-tiba dan perawat bisa menghardik halusinasi tersebut dan mengedukasinya kepada keluarga.

Setelah mengalami aspek perawatan selanjutnya pasien ODGJ dilatih untuk berkomunikasi dengan baik seperti bertegur sapa, berkomunikasi dalam kelompok dan model-model tertentu. Terakhir, baru pasien dipersiapkan untuk kembali ke masyarakat dengan diberikan pelatihan berbagai keterampilan yang bersifat produktif.

Safitri menunjukkan dari hasil penelitian tentang penyakit gangguan jiwa berat atau psikotik bahwa 30 persen orang bisa kembali pulih, 30 persen lainnya bisa hidup normal bersama keluarga meski tidak sepenuhnya pulih, dan sisanya sulit disembuhkan.

Gangguan jiwa disebabkan dari berbagai faktor risiko mulai dari genetik, pola asuh yang salah, tekanan sosial, dan pengaruh narkotika. Kendati demikian, tekanan sosial atau tingkat stress yang tinggi paling mempengaruhi.

Menteri Kesehatan Nila Moeloek dalam acara peringatan HUT ke-150 RSJ Soeharto Heerdjan mengingatkan bahwa tekanan sosial atau tingkat stress yang tinggi, bisa menyebabkan gangguan kesehatan jiwa.

Nila menekankan bahwa kesehatan kejiwaan di dalam keluarga, merupakan satu hal penting yang harus dipenuhi. Menjalin komunikasi yang baik, bersifat terbuka antaranggota keluarga merupakan salah satu upaya untuk membangun keluarga yang sehat jiwa.

Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah mengampanyekan kegiatan "Yuk, Curhat" untuk mengantisipasi timbulnya gejala-gejala gangguan kesehatan jiwa seperti stress dan depresi.

Berbicara dan bercerita, adalah salah satu hal paling mudah dan murah untuk menurunkan tingkat stress, mencegah depresi, dan tetap menjaga kesehatan jiwa. 

Oleh Aditya Ramadhan
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2017