Hutan yang perawan dengan aneka satwa liar menjadi sesuatu yang dicari wisatawan penyuka petualangan. Ada tantangan nyali juga di dalamnya karena sepanjang sungai masih banyak buaya yang bersembunyi. Pemandu wisata selalu meminta wisatawan untuk tidak mengeluarkan anggota badan, yang kerap ia tekankan lebih saat memasuki kawasan tertentu.
Sementara sepanjang jalur trekking di hutan juga masih dijumpai ular piton dan macan kumbang. Tetapi, dari aneka satwa yang ada, orangutan menjadi tujuan utama wisatawan datang, mengingat kawasan itu sejatinya merupakan kerajaan orangutan yang tersisa dengan populasi terbanyak di dunia.
Saat ini taman nasional itu lebih dikenal sebagai konservasi terbesar untuk orangutan yang 90 persen DNA-nya mirip manusia. Itulah sebabnya petugas setempat menyebut jumlah orangutan bukan dengan kata "ekor" tetapi "individu", terlebih faktanya mereka juga memang tak punya ekor.
Taman nasional itu terbagi dengan zona-zona kekuasaan orangutan, misalnya ada areal Kamp Tanjung Harapan dengan pimpinan Gundul (36) dan di Kamp Leakey dengan pimpinan Tom (36). Dua kamp itu bisa diakses melalui Sungai Sekonyer dan pengunjung bisa menyaksikan kawanan mereka saat petugas memberikan makan di panggung kayu yang disediakan.
Taman nasional yang berada di ujung selatan Kalimantan Tengah itu memiliki luas 415.050 hektare yang terbagi menjadi tiga wilayah pengelolaan. Dua kamp itu berada di wilayah II dan menjadi wilayah terluas.
Kawasan itu sudah ditetapkan sebagai suaka margasatwa pada zaman penjajahan Belanda tahun 1937, dan kemudian mengalami perambahan parah di era 1970-1990-an sehingga tahun 1996 diputuskan menjadi taman nasional.
Sungai Sekonyer
Untuk memasuki kawasan itu, pengunjung akan mulai memasuki muara Sungai Sekonnyer ditandai kehadiran Patung Orangutan dengan sambutan selamat datang.
Jelajah sungai sekonyer menjadi agenda utama wisata karena objek yang akan ditinjau memang berada di pinggir sungai itu.
Pertama wisatawan akan disuguhi pemandangan deretan pohon nipah yang rapat. Wisatawan mancanegara banyak yang meminta perahu klotok bermalam di sisi pohon nipah ini karena kalau malam akan muncul ribuan kunang-kunang.
Sensasi luar biasa karena mereka tidur di dek kapal dengan kelambu yang dihinggapi kerlap-kerlip kunang-kunang.
Setelah jejeran nipah sepanjang lima kilometer ada pos Tanjung Harapan yang memeriksa tiket masuk. Di sini merupakan destinasi pertama dengan sasaran kebun kenangan, koleksi pohon hutan, anggrek dan feeding orangutan.
Wisatawan bisa juga memesan pohon kenangan untuk ditanam di kebun depan dermaga. Saat ini ada ratusan wisatawan yang sudah menanam pohon kenangan antara lain kerantungan, rambutan, manggis hutan, kapasan, hampas, dan rengas natai, yang semua merupakan makanan orangutan. Dengan uang Rp50 ribu wisatawan sudah menyumbang satu pohon dan papan namanya akan terpampang di sisi pohon.
Tracking menuju lokasi feeding dimulai dari kebun kenangan terus ke arah timur melalui kebun persemaian tanaman hutan dan kebun lokasi anggrek. Setelah sepuluh menit berjalan kaki di tengah rimbunnya hutan barulah kemudian sampai di area feeding.
Pengunjung disediakan dua deret bangku yang berjarak 25 meter dari panggung kayu seluas 30 meter persegi.
Tak berapa lama, petugas datang membawa sekarung pisang dan batang tebu yang diletakkan di panggung disertai sahutan longcall yang khas untuk memanggil orangutan.
Menurut Zaelani yang selama 17 tahun bertugas memberi makan, jumlah makanan yang diberikan sekitar 35 kilogram per hari yang dibeli dari warung koperasi di Padang Sembilan.
Empat orangutan muda kemudian turun bergantian, setengah jam kemudian barulah Gundul yang merupakan pemimpin di kawasan muncul. Empat yang datang pertama kemudian menyingkir memberikan kesempatan sang pemimpin memilih makanannya.
Kemudian muncul lagi yang lain termasuk induk betina yang menggendong orangutan yang masih menyusui. Secara bergantian orangutan turun mengambil makanan lalu naik ke atas pohon. Mereka berusaha tak menganggu Gundul.
Baru setengah jam terakhir menjelang waktu usai, terlihat Gundul bercengkrama dengan pasangannya, seakan ingin menunjukkan kepada sekitar 25 pengunjung bahwa mereka pasangan serasi.
Menurut Zaelani, Gundul membawahi kawanan terdiri dari 11 orangutan setelah mengalahkan pimpinan sebelumnya, Kacung, pejantan berusia 29 tahun di tahun 2013. Saat itu Kacong baru setahun memimpin menggantikan yang lainnya. Saat pemberian pakan sore itu, Kacung tidak terlihat dan biasanya selalu menghindari kawanan Gundul.
Tidak semua wisatawan berkesempatan melihat atraksi Orangutan makan dan bercengkrama dengan kawanannya. Jika hutan sudah cukup menyediakan makanan, maka tak ada satupun orangutan yang turun ke panggung makanan.
Beruntung hari itu, persediaan makanan di hutan tidak begitu banyak, apalagi saat ini memasuki akhir Juli yang merupakan akhir musim buah-buahan hutan.
Menurut Zaelani, Gundul membawahi kawanan terdiri dari 11 orangutan setelah mengalahkan pimpinan sebelumnya, Kacung, pejantan berusia 29 tahun di tahun 2013. Saat itu Kacong baru setahun memimpin menggantikan yang lainnya. Saat pemberian pakan sore itu, Kacung tidak terlihat dan biasanya selalu menghindari kawanan Gundul.
Tidak semua wisatawan berkesempatan melihat atraksi Orangutan makan dan bercengkrama dengan kawanannya. Jika hutan sudah cukup menyediakan makanan, maka tak ada satupun orangutan yang turun ke panggung makanan.
Beruntung hari itu, persediaan makanan di hutan tidak begitu banyak, apalagi saat ini memasuki akhir Juli yang merupakan akhir musim buah-buahan hutan.
Kehadiran pimpinan kawanan yang berusia dewasa selalu ditunggu. Sayangnya, pada saat pemberian makan sebelumya di Kamp Leakey, tidak tampak Tom (36), pemimpin areal kamp itu yang sudah jarang terlihat turun sejak Maret.
"Terakhir terlihat pada Februari. Saya kira dia sedang berpatroli untuk wilayah kekuasaanya," kata Arief, petugas TNTP di Kamp Leakey.
Ia menjelaskan, Tom (36) menjadi pemimpin kawanannya di tahun 2007 setelah memenangkan perkelahian dengan Kusasih, orangutan yang melegenda karena mampu bertahan 32 tahun sebagai penguasa kawasan Kamp Leakey.
Menurut Agus Diyanto, petugas Polhut Balai TNTP, populasi orangutan di kamp itu dianggap sudah penuh dengan data kepadatan tahun 2016, mencapai 1,36 individu per kilometer persegi (km2), sehingga pelepasan orangutan berikutnya akan dialihkan ke kawasan lain di Sungai Buluh yang lebih berada di tengah kawasan taman nasional.
Kawasan TNTP di wilayah Kotawarungin Barat mempunyai kepadatan 1,119 individu per km2 atau jumlah populasi sekitar 839 individu. Sementara di TNTP yang masuk wilayah Kabupaten Seruyan mempunyai kepadatan rendah seperti di Baung hanya 0,84 individu per km2, dan Tanjung Rengas 0,77 per km2.
Pelepasliaran orangutan terakhir dilakukan di area Sungai Buluh Kecil, pada Mei 2017 sebanyak empat individu. Lima tahun sebelumnya juga ada 23 individu yang dilepas di area Sungai Sulung.
Setiap resort yang membawahi area mempunyai tugas untuk memonitor perkembangbiakan flora dan fauna. Terkadang petugas harus berpatroli sampai menginap beberapa hari di tengah hutan untuk mengusir siapapun yang berupaya mengganggu keseimbangan ekosistem.
Bulan lalu empat petugas resort Kamp Leakey berpatroli masuk sampai mendekati perbatasan kabupaten Seruyan karena mendapat informasi ada aktifitas pemburu satwa liar.
Petugas menemukan gubuk mereka, lalu membongkarnya. "Kita selalu waspasa, jangan sampai ada pemburu yang bisa merusak ekosistem," katanya.
Ekosistem taman nasional harus selalu terjaga jangan sampai ada mata rantai makanan yang terganggu dan bisa merusak keseimbangan alam.
Kesadaran wisatawan untuk bersikap arif dalam menjaga alam di sana perlu terus ditingkatkan karena jumlah wisatawan lokal yang berkunjung dari tahun ke tahun semakin meningkat.
Wisatawan lokal masih belum begitu patuh membawa kembali sampah ke luar kawasan. Petugas mengungkap, terkadang masih ditemukan bungkus plastik makanan yang diselipkan di perahu klotok padahal berpotensi terjatuh ke sungai dan mencemari lingkungan. Semoga meningkatnya wisata model petualangan memasuki taman-taman nasional juga disertai peningkatan kesadaran menjaga ekosistem yang dikunjunginya.
Oleh Budi Santoso
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2017