Jakarta (ANTARA News) - Direktur Eksekutif Aliansi Pengendalian Tembakau Asia Tenggara (SEATCA), Bungon Ritthiphakdee, mengatakan, seluruh negara-negara Asia Tenggara telah melarang total iklan tembakau di media cetak, televisi, radio dan film, kecuali Indonesia.... hukum di Thailand saat ini juga menerapkan kemasan polos dan terstandar untuk produk tembakau...
"Dan lebih dari setengah negara Asia Tenggara, yaitu Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Malaysia, Singapura, Thailand dan Vietnam, yang melarang total iklan tembakau di titik-titik penjualan," kata Ritthiphakdee, melalui siaran pers diterima di Jakarta, Selasa.
Ritthiphakdee menyatakan, kebijakan pajak dan cukai tembakau di negara-negara Asia Tenggara secara tertahap telah diperkuat, meskipun harga rokok di beberapa negara masih sangat rendah, di bawah 1 dolar Amerika Serikat per bungkus.
Seluruh negara Asia Tenggara juga telah menerapkan peringatan kesehatan bergambar pada kemasan rokok. Yang terbesar adalah Thailand (85 persen di bagian depan dan belakang) disusul Brunei Darussalam, Laos dan Myanmar sebesar 75 persen.
"Adapun hukum di Thailand saat ini juga menerapkan kemasan polos dan terstandar untuk produk tembakau," ujarnya.
Di Thailand, kios-kios tidak memajang rokok secara bebas, walau bungkusnya sudah diharuskan polos warna putih. Hanya orang dewasa yang boleh membeli rokok, itupun harus menunjukkan identitas, dan rak penyimpan rokok selalu ditutup.
Kios-kios yang berada di dekat sekolah, wihara, rumah sakit, dan instalasi umum, dilarang keras menjual rokok.
Di Indonesia, penjualan rokok sangat liberal. Tidak jarang justru yang menjaga warung rokok adalah anak-anak yang seharusnya dilindungi dari paparan efek buruk rokok. Orang bebas menjual rokok di mana saja, bahkan di samping sekolah atau rumah sakit.
Menurut Ritthiphakdee, penggunaan tembakau masih menjadi salah satu penyebab kematian dini di dunia yang sebenarnya dapat dicegah.
Di wilayah Asia Tenggara, tembakau membunuh sekitar 500.000 orang per tahun dengan komposisi setengah laki-laki dewasa adalah perokok yang merupakan 10 persen dari total perokok dunia.
Ritthiphakdee mengatakan SEATCA mendukung laporan terbaru Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang Epidemi Tembakau Global 2017 yang menyatakan terdapat kemajuan substansial dalam pelaksanaan Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC).
"Kami mengapresiasi WHO yang telah memandu para pembuat kebijakan tidak hanya di ASEAN, tetapi juga di seluruh dunia, dengan sumber daya yang praktis dan tidak ternilai itu," katanya.
Menurut Ritthiphakdee, penggunaan tembakau masih menjadi salah satu penyebab kematian dini di dunia yang sebenarnya dapat dicegah.
Di wilayah Asia Tenggara, tembakau membunuh sekitar 500.000 orang per tahun dengan komposisi setengah laki-laki dewasa adalah perokok yang merupakan 10 persen dari total perokok dunia.
Ritthiphakdee mengatakan SEATCA mendukung laporan terbaru Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang Epidemi Tembakau Global 2017 yang menyatakan terdapat kemajuan substansial dalam pelaksanaan Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC).
"Kami mengapresiasi WHO yang telah memandu para pembuat kebijakan tidak hanya di ASEAN, tetapi juga di seluruh dunia, dengan sumber daya yang praktis dan tidak ternilai itu," katanya.
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017