• Beranda
  • Berita
  • Program Vokasi Industri tahap ketiga, 780 perjanjian kerja sama disepakati

Program Vokasi Industri tahap ketiga, 780 perjanjian kerja sama disepakati

27 Juli 2017 14:32 WIB
Program Vokasi Industri tahap ketiga, 780 perjanjian kerja sama disepakati
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy memberikan semangat kepada para peserta diklat 3-in-1 pada peluncuran program pendidikan vokasi industri se-Jawa Tengah dan DI Yogyakarta di Semarang. (ANTARA News/ Biro Humas Kementerian Perindustrian)
Jakarta (ANTARA News) - Program Vokasi Industri Kementerian Perindustrian yang menjembatani antara pendidikan vokasi dan kebutuhan dunia industri memasuki tahap ketiga dengan melibatkan 140 perusahaan dengan 490 SMK.

Presiden Joko Widodo dijadwalkan meresmikan program tersebut pada Jumat (28/7).

"Pada tahap ketiga ini, kami akan melibatkan sebanyak 140 perusahaan dengan 409 SMK," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto melalui keterangan pers di Jakarta, Kamis.

Dalam kegiatan tersebut, akan dilakukan penandatanganan sebanyak 780 perjanjian kerja sama karena beberapa SMK dibina oleh lebih dari satu industri, sesuai dengan program keahlian yang dimiliki.

"Pada 2019, kami menargetkan program pendidikan vokasi industri ini akan melibatkan sebanyak 1.775 SMK dan 355 perusahaan dengan perkiraan jumlah lulusan tersertifikasi yang dihasilkan sebanyak 845.000 orang," tutur Airlangga.

Sejauh ini, Kemenperin telah meluncurkan program pendidikan vokasi yang link and match antara SMK dengan industri untuk wilayah Jawa Timur serta wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta. 

"Hingga tahap kedua, kami sudah memfasilitasi kerja sama sebanyak 166 perusahaan dengan 626 SMK," sebut Airlangga. Program ini akan terus diluncurkan ke seluruh provinsi di Indonesia.

Karena pembangunan industri di Indonesia berbasis kewilayahan, maka pengembangan SMK-nya juga berbasis kewilayahan. 

"Untuk itu, kami pun mengharapkan dukungan dan partisipasi yang kuat dari pemerintah daerah baik itu kabupaten/kota maupun provinsi," paparnya.

Diketahui, Kemenperin tengah menggalakkan transformasi pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) agar sesuai dengan kebutuhan dunia industri saat ini, melalui program pendidikan vokasi yang link and match antara SMK dengan industri. 

"Kami mendorong pendidikan kejuruan ini untuk diubah sistemnya, dari yang awalnya menitik beratkan ke pelajaran umum, menjadi spesialis. Jadi, siswa itu nanti belajar 50 persen di kelas dan 50 persen di industri," kata Airlangga.

Airlangga menjelaskan, saat ini lulusan dari sekolah tingkat menengah di Indonesia mencapai 3,3 juta siswa, sementara perguruan tinggi yang ada hanya mampu menyerap sebanyak 1,7 juta siswa. Oleh karena itu, sekitar 1,6 juta siswa harus diarakan untuk masuk ke pasar kerja agar tidak menambah tingkat pengangguran. 

"Namun, mayoritas dari mereka, setelah lulus belum siap bekerja," ungkapnya. 

Kondisi ini, menurut Airlangga, karena fasilitas dan peralatan praktik yang dimiliki rata-rata SMK di Indonesia tertinggal dua generasi. Dengan program link and match, diharapkan para siswa SMK bisa belajar secara langsung mesin produksi generasi saat ini yang digunakan oleh industri dalam proses produksinya.

“Misalnya, di industri otomotif, para siswa SMK akan diajarkan mengenai pengelasan dan permesinan. Dan, untuk industri pertokimia, tentunya siswa SMK dari program studi kimia. Jadi sesuai,” imbuhnya. 

Di dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 3 tahun 2017 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan Berbasis Kompetensi yang Link and Match dengan Industri, disebutkan bahwa industri dapat membina sebanyak lima SMK di wilayahnya, dan setiap SMK bisa dibina lebih dari satu industri.

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2017