Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meminta pihak Jepang untuk mempercepat progres proyek Pelabuhan Patimban, baik perjanjian pinjaman luar negeri (loan agreement) maupun terkait dengan konsorsium operator.....Patimban ini standar internasional dan prosesnya harus diakselerasi dengan mengurangi birokrasi."
"Dari pihak Jepang, tolong proses konsorsium dipercepat karena kami tahu pelabuhan ini sangat dibutuhkan," kata Budi dalam "Persiapan Pembangunan dan Pengoperasian Pelabuhan Patimban yang Berwawasan Lingkungan" di Jakarta, Kamis.
Budi mengakui pemerintah Jepang sangat hati-hati dalam menentukan setiap langkah dalam suatu proyek kerja sama. Namun, dia minta dipercepat.
Ia ingin konsorsium operator bisa ditentukan segera dari pihak Jepang untuk dibuat badan usaha pelabuhan, yakni porsi Indonesia 51 persen dan Jepang 49 persen.
"Skemanya bentuk konsorsium, ketentuan-ketentuan kita belum begitu mengakomodasi kepentingan standar internasional. Patimban ini standar internasional dan prosesnya harus diakselerasi dengan mengurangi birokrasi," katanya.
Budi mengatakan bahwa ada keinginan Presiden RI Joko Widodo dan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla agar Pelabuhan Patimban bisa beroperasi 2019.
"Untuk itu, para pihak yang terlibat dalam kolaborasi dalam hal ini apakah JICA, Pelindo, saya ingin bergegas dalam berkoordinasi, memang tenggat waktu ini sangat ketat," katanya.
Selain itu, lanjut dia, di kota-kota sekitar Patimban, seperti Majalengka akan dibuat Bandara Kertajati yang direncanakan beroperasi pada bulan Mei 2018.
"Hal ini yang menjadikan Patimban dan Kertajati padat modal, ini harus diakselerasi karena kita ingin Jawa Barat tumbuh," katanya.
Di samping itu, menurut Budi, apabila dikolaborasikan dengan Pelabuhan Patimban, kemacetan di Ibu Kota akan berkurang.
"Kami akan kolaborasikan, keduanya akan dijadikan pelabuhan yang punya volume perdagangan yang besar," katanya.
Ia menambahkan bahwa Pelabuhan Patimban berkapasitas 7,5 juta TEUs dan 600.000 kendaraan dan lokasinya dekat dengan kawasan industri yang diyakini bisa menekan biaya logistik.
"Selama ini biaya ada tiga perjalanan, dari pabrik, pelabuhan dan shipping (pengiriman), ini kami potong biaya yang selama ini delapan sampai 24 jam," katanya.
Dalam kesempatan sama, Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kemenhub A. Tonny Budiono mengatakan bahwa Daftar Rencana Prioritas Pinjaman/Hibah Luar Negeri atau "Green Book" proyek Pelabuhan Patimban sudah diterbitkan oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Setelah itu, lanjut dia, "Green Book" diserahkan ke Kementerian Keuangan, Kementerian Luar Negeri, kemudian ke pemerintah Jepang.
"Biasanya prosesnya masing-masing itu 2 minggu, September kami sudah bisa tanda tangan loan agreement (perjanjian pinjaman)," katanya.
Tonny mengatakan bahwa Jepang juga akan mempercepat prosesnya karena menyangkut nama baik pemerintahnya.
Sementara itu, Direktur Kepelabuhanan Kemenhub Mauritz H.M. Sibarani mengatakan bahwa pemerintah Indonesia sendiri belum menunjuk operator atau melakukan pelelangan.
"Pelindo II pun harus membuat letter of interest, kajian bisnis, enggak hanya sekadar mau, tetapi juga ada permohonan dokumen, baru dari situ kami bisa tunjuk langsung atau lelang sebagai salah satu operatornya," katanya.
Dari Kemenhub sendiri, lanjut dia, akan membentuk unit pelaksana teknis (UPT) yang dikerjasamakan dengan operator.
Untuk kontraktor sendiri, Mauritz mengatakan bahwa akan dilakukan lelang pada Januari 2018 dengan komposisi Jepang sebagai pemimpinnya, kemudian Indonesia sebagai "joint operation".
Terkait dengan pinjaman yang diajukan dalam "Green Book", dia menyebutkann sekitar Rp10 triliun untuk Tahap 1.1.
"Pembangunan Pelabuhan Patimban ini akan dilaksanakan dalam tiga tahap dengan dana sekitar Rp43,22 triliun, tahapan konstruksi Tahap I akan dimulai pada bulan Januari 2018, soft opening di awal 2019 dan ditargetkan rampung secara keseluruhan pada tahun 2027," ujarnya.
Adapun proporsi pembiayaan berasal dari berbagai sumber, yaitu dari pinjaman 71 persen (untuk breakwater, pengerukan, reklamasi, dermaga dan seawall, trestle, dan Jalan Akses), APBN 19 persen (untuk Lahan sekitar 372 Ha dan pajak 10 persen), dan KPS 10 persen (untuk peralatan dan pengoperasian).
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017