Ada yang membawa dandang besar, penggorengan, ada juga yang mengangkati tumpukan piring. Mereka terlihat sibuk menyiapkan sebuah makanan untuk porsi orang banyak.
Sang kakek yang tengah duduk itu kadang tersenyum sendiri melihat aktivitas ibu-ibu yang dilihatnya. Ia sadar karena yang dilakukan para tetangga untuk dirinya.
Namanya Maksum bin Wahab, seorang pria renta kelahiran 1938. Wajahnya sudah keriput, rambutnya memutih, namun fisiknya tak seperti kakek berusia 79 tahun.
Ia masih tegap berdiri, lantang tertawanya, bahkan kuat naik turun tangga yang ada di rumahnya. Tak salah sampai saat ini dia masih kuat mengayuh becak dan mengantar penumpang meski jaraknya tidak dekat.
"Dari dulu saya sudah mbecak. Karena dari becak inilah saya hidup dan bisa seperti sekarang," ujarnya ketika ditemui di rumahnya di Jalan Kapasan Samping 3 Surabaya.
Sambil menyantap nasi rawon yang dimasakkan oleh para tetangga, Maksum menceritakan kisahnya. Ia mengaku bersyukur karena tahun ini mendapat kesempatan pergi ke Tanah Suci Mekkah untuk menunaikan ibadah haji.
Usai makan, pria 14 anak itu melanjutkan ceritanya. Matanya sesekali sembab dan punggungnya disandarkan di dinding rumahnya yang bercat kuning. Ia mengaku tak bisa menggambarkan dengan kata maupun kalimat bagaimana perasaannya sekarang.
"Tidak berhenti bagi saya mengucap syukur Alhamdulillah karena akan ke Mekkah dan melihat Kakbah langsung. Ini mimpi yang akan menjadi kenyataan," ucapnya.
Gaya bicara sang kakek memang terbata, maklum, meski sejak 1958 sudah tinggal di Surabaya, namun kemampuan Bahasa Indonesianya belum fasih benar. Ia lebih mahir berbahasa Jawa meski kampung kelahirannya adalah Kabupaten Bangkalan, Madura.
Matanya jelas sekali terlihat berkaca-kaca saat ditanya bagaimana kisahnya sampai bisa mengumpulkan biaya berangkat haji meski setiap hari pekerjaannya adalah tukang becak.
Maksum pun tersenyum. Ia mengaku teringat kepergian istri tercintanya, Zainab, yang sudah dipanggil menghadap Allah pada 1996 silam.
Sebab, di tahun yang sama itulah niat Maksum pergi haji muncul. Sesaat setelah istrinya meninggal, ia memberanikan diri menabung dan membuka rekening di bank.
"Saya bilang ke petugas bank mau buka rekening untuk pergi haji. Saya menabung di Simpedes BRI yang ada di dekat rumah. Pertama kali membayar dulu Rp800 ribu," katanya.
Anaknya sudah menikah semua dan tinggal bersama keluarganya masing-masing. Tapi seorang anaknya bernama Soimah dan suaminya, Rusdi, diminta menemani sekaligus menjaganya.
Setiap mendapat rejeki hasil menarik becak, ia menyisihkannya untuk ditabung antara Rp500 ribu hingga Rp1 juta. Ada rejeki tambahan pun terkadang disumbangkannya ke panti asuhan.
Hingga tahun 2010, total tabungannya mencapai Rp20 juta dan diputuskan untuk mendaftarkan haji. Tujuh tahun berselang, Maksum mendapat kesempatan untuk berangkat menunaikan Rukun Islam kelima tersebut.
"Saya hanya bisa pasrah dan tawaqal, kapan saya bisa berangkat. Syukurlah 2017 ini ternyata terkabulkan," katanya.
Melalui H. Thohirin, tetangga sekaligus tokoh masyarakat setempat Maksum diantar ke Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) Muhammadiyah Surabaya.
"Pak Maksum ini sangat luar biasa dan warga salut dengan beliau. Meski tukang becak tapi bisa berangkat haji," katanya.
Selama menjelang keberangkatannya ke Makkah pun Maksum tak pernah berhenti bekerja, justru semakin bersemangat sebagai bekal selama berada di Tanah Suci.
"Kami titip doa ke Pak Maksum agar warga dilancarkan rejekinya. Kami juga mendoakan agar Pak Maksum sehat selalu, lancar beribadah dan menjadi haji mabrur," katanya.
Saat harus pergi manasik pun, Maksum harus mengayuh becaknya, dari kawasan rumahnya ke Asrama Haji Sukolilo, terkadang ke Gedung Dakwah Muhammadiyah Surabaya di Jalan Sutorejo, serta ke kampus Universitas Muhammadiyah Surabaya juga di Jalan Sutorejo.
"Beliau tidak pernah malu dan bangga meski manasik haji menggunakan becak. Usianya boleh tua, tapi semangatnya tidak kalah dengan warga lain yang usianya jauh di bawahnya," katanya.
Rombongan KBIH Muhammadiyah Surabaya
Maksum kini tinggal menunggu hitungan jam sebelum terbang ke Tanah Suci. Pesawat yang akan membawanya dijadwalkan berangkat dari Bandara Internasional Juanda pada Sabtu malam 29 Juli 2017.
Itu artinya ia akan mulai masuk Asrama Haji pada Jumat, 28 Juli, pukul 21.00 WIB. Dari kediaman, ia sebelum masuk asrama masih berkumpul di Universitas Muhammadiyah Surabaya.
"Kebetulan seluruh calon jamaah haji dari KBIH Muhammadiyah Surabaya berangkat bersama-sama dari kampus," kata Sekretaris KBIH Muhammadiyah Surabaya, Ali Fauzi.
Khusus melihat sosok Maksum, pria yang juga seorang guru tersebut mengaku kagum dan bangga karena meski berprofesi sebagai tukang becak, namun mampu mewujudkan mimpinya menunaikan ibadah haji.
"Pak Maksum adalah inspirasi dan panutan. Jangan hanya karena profesinya pengayuh becak, namun pesimistis untuk bisa berangkat haji. Luar biasa beliau ini," katanya.
Ia berharap pengalaman Maksum dijadikan contoh bagi umat Islam lainnya dan bukti bahwa siapa saja bisa menunaikan ibadah haji dan berdoa langsung di Masjidil Haram.
KBIH Muhammadiyah sendiri pada tahun ini memberangkatkan 267 orang calon jamaah haji yang terbagi dalam dua kelompok terbang, yaitu kloter 6 dan 34.
"Pak Maksum masuk kloter 6 dan pembimbingnya adalah langsung oleh Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya Pak Sukadiono," katanya.
Siap Berangkat
Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Embarkasi Surabaya menyatakan siap memberangkatkan sebanyak 36.640 calon jamaah haji yang berasal dari tiga wilayah provinsi.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil) Provinsi Jawa Timur Syamsul Bahri merinci calon jamaah haji tersebut berasaldari Provinsi Jawa Timur sebanyak 35.270 orang, Provinsi Bali 700 orang dan Provinsi Nusa Tenggara Timur 670 orang.
"Embarkasi Surabaya secara keseluruhan terdapat 83 kloter. Kloter pertama berangkat tanggal 27 Juli dan kloter terakhir berangkat pada 26 Agustus. Mohon doanya agar semuanya berjalan lancar," katanya.
Oleh Fiqih Arfani
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2017