• Beranda
  • Berita
  • UGM: bisnis tepung tulang ikan Indonesia capai triliunan rupiah per tahun

UGM: bisnis tepung tulang ikan Indonesia capai triliunan rupiah per tahun

29 Juli 2017 15:30 WIB
UGM: bisnis tepung tulang ikan Indonesia capai triliunan rupiah per tahun
Dokumentasi pekerja menunjukkan bahan baku tulang dan sirip ikan belida yang akan diolah menjadi camilan renyah "Tulang Krispi" di sentra pengrajin Kerupuk kemplang 10 Ulu Palembang, Sumsel, Kamis (26/1/2017). Dengan memanfaatkan tulang ikan belida sisa pembuatan kerupuk kemplang dan pempek, pengrajin berinovasi membuat camilan Tulang Ikan yang dibandrol dengan harga Rp15.000 per 100 gram. (ANTARA FOTO/Feny Selly)

Jika setiap tahunnya Indonesia bisa menghasilkan sebanyak 248.500 ton bubuk tulang ikan, maka potensi ekonominya menjadi Rp45 triliun. ini angka fantastis bagi Indonesia dan masyarakat pengolah produk perikanan dalam negeri."

Jakarta (ANTARA News) - Peneliti Ilmu dan Teknologi Pangan dari Universitas Gadjah Mada Ahmad Faizal Fajar Sunarma menyatakan, potensi bisnis bubuk tepung tulang dan kepala ikan sangat menjanjikan sehingga layak untuk terus diberdayakan berbagai pihak.

"Bisnis bubuk tulang ikan di Indonesia, mencapai triliun rupiah per tahunnya. Angka yang sangat fantastis, dan pasti bisa mensejahterahkan masyarakat pengolah perikanan bila mereka terdorong memanfaatkannya," kata Fajar Sunarma dalam rilis diterima di Jakarta, Sabtu.

Menurut Fajar, terdapat 25 persen produk samping perikanan berupa tulang ikan yang belum dioptimalkan keberadaannya.

Ia mengungkapkan, jika total hasil perikanan di Indonesia mampu diolah sekitar 7 juta ton per tahun, maka akan ada 1,75 juta ton total produk samping berupa tulang ikan sebagai bahan produksi.

"Tulang ikan yang sudah dibersihkan dari sisa daging dan kotoran bisa diolah menjadi bubuk sebanyak 14,2 persen, sehingga dari asumsi total tulang ikan 1,75 juta ton per tahun, maka akan menghasilkan 248.500 ton bubuk tulang ikan per tahun bisa diproduksi untuk berbagai macam produk kesehatan berkaitan dengan nilai kalsium," terang Fajar.

Hingga saat ini, lanjutnya, peluang pemanfaatan produk samping berupa tulang ikan sudah mulai dilaksanakan oleh beberapa negara, misalnya di Selandia Baru.

Fajar menjelaskan, saat ini harga sumpelem kalsium yang bersumber dari bubuk tulang ikan per kemasan dapat dihargai sekitar 15 dolar AS per kilogram, sehingga peluang Indonesia bila memberdayakannya akan mendapatkan keuntungan yang sangat besar.

"Jika setiap tahunnya Indonesia bisa menghasilkan sebanyak 248.500 ton bubuk tulang ikan, maka potensi ekonominya menjadi Rp45 triliun. ini angka fantastis bagi Indonesia dan masyarakat pengolah produk perikanan dalam negeri," paparnya.

Untuk itu, ujar dia, peluang pengolahan tepung tulang ikan dinilai bisa menjadi industri baru yang kedepannya mampu menambah angka pendapatan negara sekaligus menambah sumber alternatif kalsium masyarakat Indonesia.

Ia juga menuturkan, penerapan tepung tulang ikan bisa diaplikasikan ke produk untuk menambah nilai kalsium, seperti dimasukkan ke dalam bakso, biskuit atau roti dengan takaran formulasi khusus.

Ia menambahkan, bahwa seperti negara Jepang yang memiliki sumber daya perikanan, negara itu sudah mampu menciptakan industri olahan produk perikanan "zero waste". Artinya secara keseluruhan, bagian dari ikan semuanya di Jepang bisa dikelola untuk dimanfaatkan, termasuk tulang ikan.

Sebelumnya, pengamat sektor kelautan dan perikanan Abdul Halim menginginkan Kementerian Kelautan dan Perikanan jangan hanya mengurusi penangkapan ikan secara ilegal, tetapi juga memperhatikan kepastian usaha sektor perikanan di Tanah Air.

"Bukan penenggelaman kapal yang menjadi minat investor untuk datang ke Indonesia, melainkan kepastian usaha," kata Abdul Halim.

Abdul Halim yang juga Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan itu berpendapat bahwa regulasi yang dihasilkan perlu menjamin keberlangsungan usaha setidaknya untuk tiga sampai lima tahun.

Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017