Kupang, NTT (ANTARA News) - Pengamat ekonomi, James Adam, berpendapat Nusa Tenggara Timur cocok dijadikan salah satu pusat industri garam untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Belakangan ini harga garam melonjak drastis di negara yang dikelilingi laut dan lautan ini.... di Madura 60 ton per Hektare, di NTT bisa mencapai 120 ton per Hektare atau dua kali lipat...
Untuk mengatasi kelangkaan berujung kenaikan harga garam, pemerintah membuka impor garam lebih deras.
Beberapa indikator NTT perlu dijadikan sentra industri garam, antara lain, daerahnya panas dan curah hujannya rendah, kata Adam, di Kupang, Minggu.
Indikator lain, katanya, dari aspek potensi, produktivitas garam di NTT sangat besar bahkan dua kali produksi garam di Pulau Madura. "Kalau di Madura 60 ton per Hektare, di NTT bisa mencapai 120 ton per Hektare atau dua kali lipat," katanya.
Jika potensi itu dikembangkan, maka bisa memenuhi kebutuhan nasional yang selama ini masih didatangkan dari luar (impor).
Kenaikan harga garam secara drastis itu mengakibatkan industri hilir terganggu.
Dalam konteks potensi pengembangan garam di NTT, katanya, Perusahaan Negara Garam sedang menggarap 400 Hektare di Teluk Kupang dan sudah menghasilkan, 1 Hektare bisa mencapai produksi 120 ton.
Garam dari NTT itu, katanya, juga berkualitas tinggi karena didukung dengan kondisi laut yang biru dan panasnya panjang.
Menurut dia saat ini, Indonesia masih mengimpor garam dari luar hingga 6.000.000 ton per tahun, padahal secara potensi, sebenarnya tidak perlu impor.
Bayangkan, kata dia, potensi areal garam idi Kabupaten Malaka sekitar 30.000 Hektare, di Teluk Kupang 8.000 Hektare, Kabupaten Rote sekitar 1.000 Hektare. Selain itu, Kabupaten Ende 2.000 Hektare, di Reo hampir 5.000 Hektare, dan Nagekeo sekitar 1.000 Hektare.
Beberapa indikator NTT perlu dijadikan sentra industri garam, antara lain, daerahnya panas dan curah hujannya rendah, kata Adam, di Kupang, Minggu.
Indikator lain, katanya, dari aspek potensi, produktivitas garam di NTT sangat besar bahkan dua kali produksi garam di Pulau Madura. "Kalau di Madura 60 ton per Hektare, di NTT bisa mencapai 120 ton per Hektare atau dua kali lipat," katanya.
Jika potensi itu dikembangkan, maka bisa memenuhi kebutuhan nasional yang selama ini masih didatangkan dari luar (impor).
Kenaikan harga garam secara drastis itu mengakibatkan industri hilir terganggu.
Dalam konteks potensi pengembangan garam di NTT, katanya, Perusahaan Negara Garam sedang menggarap 400 Hektare di Teluk Kupang dan sudah menghasilkan, 1 Hektare bisa mencapai produksi 120 ton.
Garam dari NTT itu, katanya, juga berkualitas tinggi karena didukung dengan kondisi laut yang biru dan panasnya panjang.
Menurut dia saat ini, Indonesia masih mengimpor garam dari luar hingga 6.000.000 ton per tahun, padahal secara potensi, sebenarnya tidak perlu impor.
Bayangkan, kata dia, potensi areal garam idi Kabupaten Malaka sekitar 30.000 Hektare, di Teluk Kupang 8.000 Hektare, Kabupaten Rote sekitar 1.000 Hektare. Selain itu, Kabupaten Ende 2.000 Hektare, di Reo hampir 5.000 Hektare, dan Nagekeo sekitar 1.000 Hektare.
Secara keseluruhan ada potensi 47.000 Hektare lahan pembuatan garam di NTT, yang bisa menghasilkan 5.640.000 ton garam, hanya beda sekitar 360 ton dari 6.000.000 ton garam dari import.
Pewarta: Hironimus Bifel
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017