"Posisi tersebut telah melebihi Thailand, yang tahun lalu posisinya di atas Indonesia. Tidak lama lagi publikasi ilmiah internasional Indonesia akan melampaui Singapura yang berada pada angka 10.977 publikasi," kata Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir di Jakarta, Selasa.
Publikasi Ilmiah Internasional merupakan salah satu indikator kemajuan suatu bangsa selain jumlah kekayaan intelektual, dan tingkat kesiapan hasil teknologi (TRL).
Jumlah publikasi ilmiah merupakan pertanda bergeraknya roda-roda penelitian sebagai motor bagi kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi dari sebuah negara.
Nasir mengatakan capaian ini merupakan buah dari program dan kebijakan yang telah diterapkan Kemenristekdikti khususnya di dunia penelitian di perguruan tinggi dan juga lembaga penelitian.
Salah satu kebijakan yang diharapkan dapat mendongkrak semangat melakukan penelitian dan publikasi ilmiah bagi dosen dan peneliti di Indonesia adalah dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) Nomor 20 Tahun 2017 tentang Pemberian Tunjangan Profesi Dosen dan Tunjangan Kehormatan Profesor.
Permenristekdikti ini mengamanatkan bahwa publikasi ilmiah merupakan salah satu indikator untuk melakukan evaluasi terhadap pemberian tunjangan profesi dosen dan tunjangan kehormatan guru besar. Selain itu Peraturan Menristekdikti Nomor 44 Tahun 2015, yang mendorong mahasiswa S2 dan S3 berpublikasi terindeks global, juga berperan mendorong laju publikasi dimaksud.
Keberadaan SINTA (sinta.ristekdikti.go.id) pun ikut mendorong semaraknya publikasi dimaksud, lanjutnya.
Peran penelitian
Peran dari berbagai elemen di dunia penelitian baik di perguruan tinggi maupun lembaga penelitian lainnya sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas publikasi ilmiah internasional Indonesia.
"Pada akhir 2017, target publikasi ilmiah internasional Indonesia jadi 15.000 publikasi," kata Menristekdikti.
Per 31 Juli 2017, pukul 18. 00 WIB, jumlah publikasi Indonesia di Scopus tercatat pada peringkat ketiga di antara negara-negara ASEAN, dengan urutan Malaysia mencapai 15.985 dokumen, Singapura mencapai 10.977 dokumen, Indonesia 9.349 dan Thailand 8.204 dokumen.
Hal ini, ujarnya, sangat menggembirakan di tengah-tengah persiapan bangsa Indonesia dalam menyambut peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) ke-22 yang akan berlangsung di Makassar pada 6-13 Agustus 2017, dengan acara puncak berlangsung pada 10 Agustus 2017.
"Semoga pencapaian ranking ke-3 Indonesia pada pertengahan tahun 2017, yang meningkat dari peringkat sebelumnya di ranking 4 pada 2016, membuat peneliti-peneliti dan akademisi terus terpacu untuk menjadikan Indonesia di posisi puncak pada akhir tahun 2019," ujar dia.
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2017