"Pada hari-hari lain biasanya ada saja yang datang. Menjelang 17 Agustus semakin banyak yang datang, termasuk untuk napak tilas," kata Lanny Yanto Djoewari, ahli waris pemilik rumah bersejarah, saat ditemui di Rengasdengklok, Karawang, Sabtu.
Lanny mengatakan ada komunitas sepeda yang sudah mengagendakan napak tilas dengan cara bersepeda dari Bekasi hingga Rengasdengklok. Ada pula anak-anak sekolah yang datang berkunjung karena mendapat tugas dari gurunya.
"Ada beberapa anak sekolah yang datang berkelompok. Sepertinya mereka mendapat tugas dari gurunya supaya mengenal sejarah," tuturnya.
Puncak keramaian napak tilas biasanya terjadi pada 16 Agustus yang berlangsung hingga menjelang pagi hari. Pada 17 Agustus, rumah tersebut relatif sepi pengunjung.
"Kalau 17 Agustus kan biasanya banyak yang ikut upacara, baik di kantor atau sekolahnya, makanya di sini relatif sepi," katanya.
Pada 16 Agustus 1945, rumah milik Djiauw Kie Song tersebut, digunakan para pemuda sebagai tempat beristirahat bagi Soekarno dan Mohammad Hatta setelah sebelumnya dibawa dari Jakarta menuju markas Pembela Tanah Air (Peta) di Rengasdengklok.
Menurut Lanny, yang merupakan cucu menantu dari Djiauw Kie Song, rumah tersebut dipilih karena cukup besar dan berada tidak jauh dari Markas Peta.
(T.D018/M029)
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017