• Beranda
  • Berita
  • Gajah sumatera di Bengkulu diperkirakan tersisa 70 ekor

Gajah sumatera di Bengkulu diperkirakan tersisa 70 ekor

21 Agustus 2017 12:30 WIB
Gajah sumatera di Bengkulu diperkirakan tersisa 70 ekor
Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) bersama anaknya yang berumur 23 hari. (ANTARA/Irwansyah Putra)
Bengkulu (ANTARA News) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu-Lampung memperkirakan populasi gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) yang hidup liar di wilayah Provinsi Bengkulu tersisa sebanyak 70 ekor.

"Gajah liar diperkirakan tersisa 70 ekor yang terbagi dalam tiga kelompok yang terpisah-pisah," kata Kepala BKSDA Bengkulu-Lampung, Abu Bakar di Bengkulu, Senin.

Saat diskusi inisiasi pembentukan koridor gajah sumatera di bentang alam Kerinci Seblat, Abu mengatakan populasi gajah hidup terpisah dengan jumlah per kelompok sekira 17 hingga 20 ekor.

Populasi gajah yang hidup terpisah menurut Abu menjadi salah satu ancaman kepunahan satwa dilindungi itu selain perburuan liar dan konflik manusia-gajah.

Kondisi hutan yang terfragmentasi akibat perambahan serta keberadaan permukiman liar dalam kawasan hutan dikhawatirkan akan mempercepat kepunahan gajah di wilayah ini.

"Kalau gajah hidup terisolasi maka dikhawatirkan terjadi perkawinan sekerabat atau sedarah yang mengancam keanekaragaman genetik," ucapnya.

Untuk mengatasi hal ini, BKSDA menginisiasi pembentukan koridor gajah dengan membentuk Kawasan Ekosistem Esensial (KEE).

Koridor tersebut berfungsi menghubungkan antar-wilayah yang terfragmentasi sehingga antar-kelompok gajah dapat terhubung atau bertemu.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi Bengkulu, Agus Priambudi mengatakan pembentukan koridor gajah sudah diinisiasi sejak 2004 untuk pelestarian satwa liar dilindungi itu.

"Kami sangat mendukung usulan KEE ini dan berharap semua pihak, termasuk lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi dan dunia usaha ikut terlibat," katanya.

(Baca: Bengkulu inisiasi koridor gajah di bentang Kerinci Seblat)

Pewarta: Helti Marini Sipayung
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2017