Kepala bagian Tata Usaha Kementerian Kesehatan, drg. Doni Arianto, MKM mengatakan dalam Seminar Jaminan Kesehatan Nasional yang diselenggarakan oleh Serikat Pekerja Antara (SPA) Perum LKBN Antara bahwa 57 persen masyarakat Indonesia pada tahun 2005 terserang penyakit tidak menular, sisanya 30 persen terserang penyakit menular dan 13 persen cidera.
Penyakit ini terus meningkat 20 persen disetiap tahun.
"Salah satu contoh kasus, saat ini ada seorang anak umur 19 tahun sudah harus cuci darah sedangkan dulu cuci darah biasanya hanya dilakukan oleh orang-orang yang sudah berumur di atas 45 tahun," kata Doni.
Doni mengatakan penyebab merebaknya penyakit tidak menular, salah satunya adalah pola hidup tidak sehat seperti hobi merokok, konsumsi makanan cepat saji, dan jarang berolah raga. Kurangnya kesadaran masyarakat akan kesehatan juga menjadi faktor meningkatnya penyakit tidak menular.
Kementerian Kesehatan memiliki upaya untuk menekan meningkatnya penyakit tidak menular secara nasional yaitu adanya Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas). Germas ini merupakan suatu kegiatan terencana yang dilakukan secara bersama-sama oleh masyarakat dengan kesadaran untuk berperilaku sehat. Pelaksanaan Germas harus dimulai dari keluarga, karena keluarga adalah bagian terkecil dari masyarakat yang membentuk kepribadian, mulai dari proses pembelajaran hingga menuju kemandirian.
"Germas melakukan kegiatan aktifitas fisik seperti, mengonsumsi sayur dan buah, tidak merokok, tidak mengonsumsi alkohol dan memeriksa kesehatan secara rutin. Dengan melakukan pemerikasaan kesehatan secara rutin kita bisa mencegah adanya penyakit tidak menular," kata Doni
Kementerian Kesehatan juga memiliki strategi agar penyakit tidak menular dapat dicegah sebelum semakin parah dengan melalui puskesmas-puskesmas yang ada di Tanah Air untuk melakukan pendekatan kepada masing-masing kepala keluarga dan melakukan pendataan berbagai jenis penyakit tidak menular yang ada di wilayah puskesmas daerah.
Doni menyarankan kepada masyarakat Indonesia untuk memeriksa kesehatan seperti melakukan tensimeter (alat yang mengukur tekanan darah) karena dengan melakukan hal itu masyarakat dapat dengan mudah mengetahui penyakit seperti darah tinggi, diabetes dan hipertensi.
Doni juga mengatakan apabila masyarakat tidak melakukan pemeriksaan kesehatan secara dini, suatu ketika penyakit tersebut akan menjadi penyakit berat. Contohnya, hipertensi dapat menjadi penyakit jantung, gagal ginjal, atau penyakit diabetes yang bisa merusak organ tubuh yang lain.
"Padahal kalau masyarakat sudah bisa mendeteksi penyakit dari awal mereka hanya perlu melakukan mengatur pola hidup sehat dan kalau penyakit-penyakit tersebut menjadi parah biaya pengobatannya pun bisa sangat mahal," kata Doni dalam Seminar Jaminan Kesehatan Nasional yang diikuti oleh puluhan pekerja atau buruh dari seluruh serikat kerja termasuk dari Sulawesi Selatan.
Dalam seminar jaminan kesehatan nasional yang bertemakan Mewujudkan Jaminan Kesehatan yang Bermartabat untuk Kesejahteraan Rakyat dan Kemajuan Bangsa, seorang buruh dari Sulawesi Selatan bertanya terkait masalah mafia obat yang terjadi akibat adanya perbedaan pasien yang berobat dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dengan pasien yang berobat tanpa BPJS.
Buruh tersebut mengatakan banyak rumah sakit swasta yang sering membedakan obat yang diberikan kepada pasien BPJS.
Seorang pengurus Jamkes Watch yang merupakan lembaga swasta yang berkecimpung dalam bidang jaminan sosial, Iswan Abdullah mencontohkan bahwa kalau ada pasien yang datang ke rumah sakit, maka sering ditanya apakah ingin "cepat sembuh" atau hanya menggunakan obat BPJS. Ia juga mencontohkan obat buatan lokal yang harganya hanya Rp10.000 buah kemudian harus bersaing dengan impor yang harganya bisa mencapai Rp200.000 karena ditangani oleh mafia obat.
Pewarta: Rania-Arnaz
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017