"Fasilitas riset memang penting, karenanya tidak hanya LIPI, kita dorong juga lembaga riset lain untuk hasilkan iptek. Tapi persoalannya APBN baru bisa mendanai riset 0,1 persen dari PDB, sangat kecil jika dibanding Malaysia, Singapura, apalagi Korea Selatan, Swedia dan Amerika Serikat," kata Bambang dalam orasi ilmiahnya di LIPI, Jakarta, Rabu.
Persoalan lain, ia mengatakan 80 persen dana riset Indonesia saat ini datang dari pemerintah, sementara pihak swasta hanya mengambil porsi kecil saja. Untuk mendorong mereka mau berinvestasi riset maka perlu terobosan yang juga sudah sukses di beberapa negara yakni "double tax deduction".
"Saya coba untuk mencari celah di Undang-Undang Pajak agar double tax deduction bisa diterapkan, tapi tidak ada, yang ada hanya single tax deduction. Karena perlu amandemen jika ingin cara double tax deduction bisa berjalan," ujar dia.
Industri manufaktur, menurut dia, tidak akan tertarik berinvestasi riset dan hanya sibuk sebagai yang membuat atau "assembler" saja. "Mereka tahu cara membuat mobil lalu meniru saja. Itu memang positif untuk ekonomi, tapi teknologi perlu dibuat lain tidak meniru, tapi persoalannya tidak ada riset dan pengembangan".
Singapura bisa menerapkan 4 kali pengurangan pajak, di Thailand 2 kali pengurangan, dengan harapan perusahaan multinasional membawa riset dan pengembangannya untuk melakukan pengembangan produk yang bisa diklaim sebagai produk sendiri. Keuntungan yang bisa peroleh, menurut dia, tentu meningkatnya riset dan pengembangan dalam negeri.
"Jadi jangan fokus pendanaan dari Pemerintah saja, kita cari celahnya supaya industri terlibat. Kalau falsafah pajak lain kurang pas, double tax deduction yang paling pas." ujar dia.
Bambang mengatakan sangat merekomendasikan jika ada kesempatan mengamandemen UU Pajak untuk memasukkan soal "double tax deduction" untuk perusahaan guna mendorong investasi riset di tanah air.
Bagaimana pun, menurut dia, iptek bukan pelengkap tapi kebutuhan bagi Indonesia untuk bisa naik kelas menjadi negara maju dengan daya saing dan menjadi negara yang lebih mengandalkan sumber daya manusianya dari pada sumber daya alamnya.
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017