"Padahal sosial-budaya merupakan salah satu pilar ASEAN, tetapi yang mengalami kemajuan pesat baru di bidang politik dan ekonomi," tutur Umar saat dihubungi di Jakarta, Sabtu malam.
Kurangnya perhatian negara-negara anggota ASEAN terhadap pilar sosial-budaya merupakan sebuah kelemahan organisasi negara Asia Tenggara ini.
Salah satu isu krusial di bidang ini ialah masalah pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar akibat mendapat intimidasi dan kekerasan dari rezim yang berkuasa.
Akibat kurangnya perhatian ASEAN pada masalah tersebut, hingga saat ini warga etnis minoritas tersebut belum mendapatkan kepastian dan nasib yang jelas.
"Mereka kemudian terusir dari negaranya dan kemudian tersebar ke negara-negara lain. ASEAN belum punya mekanisme untuk masalah-masalah seperti ini," tutur Umar.
Selain itu, permasalahan di bidang ketenagakerjaan juga menjadi isu penting dalam upaya mempertegas integrasi sosial-budaya ASEAN.
"Di sini bukan yang sifatnya industri, tapi juga mengantisipasi migrasi tenaga kerja. Baik yang sifatnya berkeahlian ataupun serabutan," katanya.
Menurut Umar, masalah buruh migran masuk ke dalam ranah sosial-budaya karena dalam faktanya ada warga negara tertentu yang tidak mendapat upah yang layak di negara lain di dalam ASEAN.
Hal ini terjadi pada Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di negara lain yang merupakan anggota ASEAN, sehingga dituntut sebuah peraturan yang mampu melindungi para buruh migran.
"Termasuk hak-hak kesehatan atau hak bagi tenaga kerja untuk mendapat upah yang layak sesuai instrumen hukum internasional. Ini jadi penting karena ada kaitannya dengan HAM," katanya menegaskan.
(T.R029/I007)
Pewarta: Roy Rosa Bachtiar
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017