"Kami berharap populasi burung hantu dilestarikan dan tidak dilakukan pemburuan," kata Kepala Distanbun Kabupaten Lebak, Itan Oktarianto, Senin.
Akhir-akhir ini tikus yang menyerang padi sulit diberantas di daerah ini karena populasi ular dan burung hantu terus turun, sehingga petani melulu mengandalkan racun tikus. Padahal cara lebih efektif melawan tikur adalah dengan melestarikan predator alami burung hantu, yang jauh lebih ramah lingkungan ketimbang bahan kimia.
Oleh karena itu, Itan mengajak warga untuk tidak memburu burung hantu yang di Kabupaten Lebak sudah terancam punah dan tidak ditemukan lagi di pohon-pohon besar.
"Kami menduga menghilangnya burung hantu itu akibat perburuan juga kerusakan hutan yang menjadi habitatnya," kata Itan. Tapi saat bersamaan produksi pangan turun karena serangan tikus semakin menjadi-jadi akibat tiada lawan.
Akibatnya, kata Itan, 1.022 hektare dan 148 hektare lagan padi di daerahnya gagal panen. Sebenarnya bukan hanya oleh tikus, tapi juga oleh serangan wereng batang coklat (WBC).
"Kami minta warga melestarikan burung hantu itu," ulang Itan.
Jarkasih (50), warga Desa Malabar, Kecamatan Cibadak, mengaku gagal memanen sawahnya seluas dua hektare akibat padi diserang tikus.
Jarkasih mengenang masa 1990-an ketika serangan tikus tidak separah sekarang karena waktu tiu masih banyak ditemukan burung hantu.
"Kami pada 1980-1990-an masih mengamati banyak burung hantu di pohon-pohon besar, namun kali ini hampir punah," kata Jarkasih.
Pewarta: Mansyur
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017