Arab Saudi menetapkan target produksi 9,5 gigawatt energi terbarukan sebelum 2023. Pembangkit di Provinsi Al-Jouf merupakan proyek pembangkit bertenaga angin skala utilitas pertama dalam rencana reformasi pemerintah untuk mengurangi ketergantungan kerajaan pada minyak.
Dalam upaya mengurangi ketergantungan pada tenaga fosil, Kementerian Energi Arab Saudi telah meminta proposal dari 25 penawar yang memenuhi syarat, yang meliputi EDF Energies Nouvelles, anak perusahaan dari perusahaan energi publik Prancis, serta perusahaan global seperti GE, Siemens, Kepco dan Toyota.
Lelang untuk proyek tersebut dijadwalkan berakhir pada Januari 2018 menurut pernyataan Kementerian Energi Arab Saudi yang dikutip kantor berita AFP.
"Kami memajukan upaya untuk mendiversifikasi bauran energi kerajaan dan membangun sistem energi yang lebih berkelanjutan dan bersih yang bermanfaat bagi Arab Saudi dan warganya," kata Menteri Energi Saudi Khalid al-Falih.
Dia menambahkan bahwa program energi terbarukan negara itu "akan membawa manfaat ekonomi dengan membuka lebih dari 7.000 lapangan pekerjaan, meningkatkan PDB nonminyak Arab Saudi dan mendorong industri perintis teknologi bersih."
Program ini juga melibatkan pembangkit listrik tenaga surya berkapasitas 300 megawatt di Al-Jouf, yang pemenang lelangnya akan diumumkan pada November.
Arab Saudi dan kerajaan Teluk lainnya telah mencari cara baru untuk mengurangi ongkos energi mereka dan meragamkan sumber energinya.
Pada hakekatnya seluruh energi Arab Saudi sekarang ini berasal dari minyak mentah atau minyak suling atau gas alam.
Program energi terbarukan kerajaan itu diestimasi bernilai hingga 50 miliar dolar AS.(mr)
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017