Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak meminta Rancangan Undang Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) hanya memuat 55 pasal.Kekerasan seksual bisa terjadi di mana saja, kapan saja, dan siapa saja. Oleh karena itu upaya pencegahannya tidak perlu dibatasi..."
Hal ini merupakan masukan pemerintah menanggapi RUU PKS versi DPR yang memuat 152 pasal.
Menteri PPPA, Yohanna Yembise mengatakan, pengurangan jumlah pasal ini berdasarkan pada sejumlah pertimbangan seperti materi yang bersifat teknis akan diatur dalam Peraturan Presiden tentang Kebijakan Nasional Pencegahan Kekerasan Seksual.
"Nantinya akan turun dalam bentuk program dan kegiatan oleh masing-masing kementerian-lembaga." kata Yohanna ketika menghadiri rapat dengan pendapat tentang RUU PKS dengan Komisi VIII DPR di kompleks parlemen, Senayan, Senin.
Yohanna menuturkan beberapa pasal juga sudah diatur dalam UU yang lebih dulu ada seperti hak korban yang diatur dalam UU 21/2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang dan UU 23/2004 tentang penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
"Perlindungan korban juga sudah diatur dalam UU 13/2006 tentang perlindungan saksi dan korban yang diubah dengan UU 31/2014 tentang perubahan atas UU 13/2006," kata dia.
Yohanna menambahkan, kekerasan seksual tidak hanya terjadi pada perempuan dan anak tetapi juga orang dewasa dan laki-laki, seperti perilaku seksual menyimpang.
"Kekerasan seksual bisa terjadi di mana saja, kapan saja, dan siapa saja. Oleh karena itu upaya pencegahannya tidak perlu dibatasi di bidang tertentu seperti pendidikan, infrastruktur, pelayanan publik dan tata ruang pemerintahan, tata kelola kelembagaan ekonomi, sosial, dan budaya," ucap dia.
Pemerintah pun tidak ingin RUU ini membentuk lembaga baru di daerah berupa pusat pelayanan terpadu kekerasan seksual.
"Alasannya, pemerintah ingin mengurangi lembaga di daerah dan memanfaatkan lembaga yang sudah ada seperti UPTD PPPA, P2TP2A, dan UPT yang dibentuk pemda dengan masyarakat," kata dia.
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017