"Selama ini, kita masih sering menyamaratakan dosis pada seseorang ketika mengonsumsi obat. Padahal, kondisi seseorang itu unik, tidak sama dengan yang lain. Ke depan, harusnya sesuai kondisi gen masing-masing," kata Direktur Utama PT Prodia Widyahusada Dewi Muliaty kepada pers di Jakarta, Senin.
Menurut dia, di sejumlah negara maju, seperti Eropa dan Amerika layanan kesehatan itu sudah sesuai dengan karakteristik individu masing-masing.
"Jika ini dilakukan, akan sangat efektif bagi upaya penyembuhan dan mengurangi efek samping dari pengobatan itu sendiri," katanya.
Dewi menegaskan kapasitas laboratorium dan personil milik jaringan Prodia dengan pangsa pasar 35 persen di tanah air, sebenarnya sudah siap. Hanya saja secara bertahap hal ini akan dipersiapkan.
"Salah satu contoh layanan personal itu adalah pemeriksaan Warfarin Indivtest yang antara lain bermanfaat untuk mengetahui adanya polimorfisme pada gen CYP2C9 dan VKORC1 sehingga bisa diketahui untuk penentuan dosis obat warfarin," katanya.
Warfarin adalah golongan obat aktikoagulan untuk mencegah terjadinya pembekuan darah dan sangat berbahaya bagi kesehatan seseorang jika pemberian dosisnya tidak dilakukan secara tepat.
Hingga semester pertama 2017, Prodia telah mengoperasikan jejaring layanan sebanyak 273 gerai (outlet) dan terdiri 131 laboratorium klinik dan tersebar di 31 provinsi di Indonesia dan 114 kota di Indonesia.
"Selama lima tahun ke depan, kami berencana membangun klinik khusus yang ditujukan kepada pasien tertentu dan diperkirakan hingga 2020, akan dibangun 34 laboratorium klinik akan dibangun, termasuk klinik-klinik khusus," katanya.
(T.E008/R010)
Pewarta: Edy Sujatmiko
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017