• Beranda
  • Berita
  • Presiden bicara tantangan keterbukaan medsos ke pelajar NU

Presiden bicara tantangan keterbukaan medsos ke pelajar NU

18 September 2017 10:45 WIB
Presiden bicara tantangan keterbukaan medsos ke pelajar NU
Presiden Joko Widodo. (ANTARA /Rosa Panggabean )
Magelang (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo berbicara mengenai tantangan dalam keterbukaan media sosial kepada sekitar 15 ribu pelajar Nahdlatul Ulama (NU) pada acara pembukaan perkemahan dan apel di lapangan tembak Akademi Militer Magelang, Senin.

"Tantangan keterbukaan saat ini adalah media sosial yang sangat terbuka. Semua orang bisa mengabarkan apa saja, yang baik-baik dikabarkan boleh, yang positif-positif dikabarkan sangat baik, tapi juga jangan lupa di media sosial sekarang ini bertebaran yang jelek-jelek, yang negatif, fitnah, mencela, hoax, kabar bohong itu juga menjadi tantangan kita ke depan," katanya.

"Selain itu tantangan makin maraknya narkoba, yang jenisnya bermacam-macam. Oleh sebab itu, pada kesempatan yang baik ini saya mengajak kita semuanya untuk menyadari bahwa tantangan-tantangan yang saya sampaikan tadi ada di depan kita," tambah Presiden.

Pada pembukaan Perkemahan Wirakarya Pramuka Ma'arif Nahdlatul Ulama Nasional (PERWIMNAS) II Tahun 2017 dan Apel Ma'arif Nahdlatul Ulama Setia NKRI, Presiden meminta para peserta mempersiapkan diri untuk adu cepat dengan negara lain.

"Kita beradu kreativitas, kalau tidak kita akan ditinggal. Inilah tantangan-tantangan yang kita hadapi dan memerlukan sebuah basic fondasi yang sangat kuat sehingga kita bisa memenangkan kompetisi itu," katanya.

Presiden yakin dengan fondasi karakter yang baik, pramuka Ma'arif NU akan bisa menatap masa depan dan memenangi persaingan.

"Karena basic karakter itu sudah ada, tinggal disuntik sedikit-sedikit," tambah dia.

Presiden kembali mengingatkan Pramuka Ma'rif NU untuk menjaga Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan dengan sesama Muslim) dan Ukhuwah Wathoniyah (persaudaraan dengan saudara sebangsa setanah air) dan memperkuatnya agar Indonesia menjadi negara yang kuat.

Dia juga mengingatkan para santri agar bersiap diri menghadapi perubahan yang sekarang berlangsung begitu cepat.

"Sekarang perubahan teknologi dan inovasi datangnya begitu cepat, setiap jam, menit, detik selalu ada perubahan. Kalau kita tidak bersiap diri dan membuat terobosan, lompatan-lompatan kemajuan dalam bertindak, dalam merespons inovasi teknologi maka sekali lagi kita akan tertinggal, kita akan digulung oleh perubahan itu sendiri," katanya.

"Jangan pernah merasa puas dengan apa yang kita capai, terus pelajari hal-hal baru temukan hal-hal baru, praktikkan hal-hal baru yang dapat membawa kemajuan untuk diri kita umat, negara kesatuan yang kita cintai," tegas Presiden.


Intensitas Konflik

Sementara Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Aqil Siradj pada kesempatan itu mengemukakan mengenai peningkatan intensitas konflik berlatarbelakang perbedaan suku, ras dan agama juga antar golongan (SARA) di dunia internasional.

"Perlahan namun pasti konflik yang terjadi di Irak, Suriah, Myanmar dan berbagai negara masing-masing di belahan dunia lainnya telah mereduksi kebangsaan sebagian warga Indonesia," katanya.

"Ini ditunjukkan dengan berbagai gerakan intoleran dalam skala besar hari ini, di tengah hal itu sudah sepantasnya nilai-nilai kebangsaan berbasis agama yang dibangun pendahulu kita tertanam di generasi penerus sehingga perbedaan SARA tidak dapat digunakan sebagai alat merusak kohesivitas anak bangsa oleh kelompok tidak bertanggung jawab," katanya.

Ia pun mengutip jargon pendiri NU Abdul Wahab "Syubbanul Wathon" yang liriknya berbunyi "Ya Lal Wathon/Ya Lal Wathon/Ya Lal Wathon/Hubbul Wathon minal Iman/Wala Takun minal Hirman/Inhadlu Alal Wathon/Indonesia Biladi" yang artinya pusaka hati, wahai tanah airku cintaku dalam imanku, Indonesia adalah kebanggaan kita semua.

"Bait ini mengingatkan kepada kita nasionalisme sama sekali tidak bertentangan dengan agama apa pun. Terjemahan Hubbul Wathon Minal Iman bukan hanya cinta Tanah Air tapi nasionalime. Nasionalisme adalah bagian dari iman dan iman ini yang menyelematkan Indonesia dari perpecahan seperti yang terjadi pada bangsa-bangsa lain," katanya.

Dalam acara itu, para pelajar Maarif NU juga menyampaikan ikrar setia kepada Pancasila dan UUD 1945, menjunjung tinggi Bhineka Tunggal Ika serta berkomitmen mempertahankan NKRI.

Selain Presiden, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo juga menghadiri acara itu.


Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017