International Federation of the Phonographic Industry (IFPI) melaporkan pada Selasa, bahwa mesin pencari di internet telah mempermudah pembajakan dan mereka meminta pemerintah bertindak, lapor AFP.
"Pelanggaran hak cipta masih bertumbuh dan berkembang, dengan metode stream ripping menjadi yang dominan," kata kepala IPPI, Frances Moore.
"Dengan kekayaan musik berlisensi yang telah tersedia bagi penggemar, jenis situs ilegal ini tidak punya tempat yang dapat dibenarkan di dunia musik," katanya, kemudian menyerukan peraturan yang lebih besar mengenai sektor musik digital.
Berdasarkan survei terhadap konsumen di 13 negara, laporan tersebut menemukan bahwa kebanyakan pendengar musik yang tidak berlisensi menggunakan "stream ripping" untuk mengakses konten bajakan, yaitu dengan menyimpan atau mengubah file musik streaming menjadi mp3.
Sebesar 35 persen pengguna internet menggunakan stream ripping, atau naik dari tahun lalu sebesar 30 persen.
Situs streaming memungkinkan pengguna mengubah file yang sedang diputar di platform streaming, seperti Spotify atau YouTube, sehingga dapat diunduh secara permanen.
Persentase pengguna streaming naik menjadi 53 persen untuk pengguna di usia 16-24 tahun, sementara hanya 18 persen dari usia 55-64 tahun yang terlibat dalam hal itu.
Laporan tersebut mengatakan bahwa mesin pencari "memainkan peran kunci dalam pelanggaran hak cipta", dengan 54 di antaranya mendownload musik tanpa izin menggunakan Google untuk menemukan musik yang mereka ingin bajak.
YouTube-mp3.org, situs rip rip terpopuler di dunia di mana jutaan pengguna mengonversi video YouTube menjadi file audio, ditutup pada awal bulan ini setelah kampanye IFPI.
Industri musik - yang telah menikmati kebangkitan kembali setelah bertahun-tahun mengalami stagnasi - semakin agresif dalam menangani pembajakan. Pada tahun 2015, mereka menutup situs populer Grooveshark.
Pewarta: Alviansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017