Di Jayapura, Kamis, Hari Sutopo menjelaskan Masjid Tua Patimburak dibangun oleh Raja Pertuana Wertuar tahun 1870.
Bentuk masjid itu, menurut dia, unik karena arsitekturnya mirip dengan arsitektur gereja-gereja Eropa pada masa lampau.
"Masjid Tua Patimburak merupakan wujud dari konsep filosofi 'satu tungku tiga batu'," katanya.
Ia menuturkan warga Pertuanan Wertuar, baik yang memeluk agama Islam maupun Nasrani, bergotong royong membangun masjid itu tahun 1870.
"Satu tungku tiga batu mengandung arti tiga posisi penting dalam keberagaman dan kekerabatan etnis di Fakfak. Satu tungku tiga batu artinya tungku tersusun atas tiga batu berukuran sama," katanya.
Ketiga batu ini, ia melanjutkan, diletakkan dalam satu lingkaran pada jarak tertentu sedemikian hingga posisi ketiganya seimbang untuk menopang periuk tanah liat.
Tungku berkaki tiga membutuhkan keseimbangan. Jika satu dari tiga batunya rusak, maka tungku tidak dapat digunakan.
"Makna agama dalam konsep filosofi satu tungku tiga batu, bahwa ketiga batu itu dilambangkan sebagai tiga agama yang sama kuat dan menjadi kesatuan yang seimbang untuk menopang kehidupan dalam keluarga. Tiga agama ini yaitu Islam, Protestan dan Katolik," katanya.
Anggota satu keluarga besar di Fakfak dan sekitarnya tidak jarang meliputi tiga agama berbeda, namun mereka tetap rukun dan damai.
"Mereka tidak akan pernah terpengaruh oleh isu-isu, atau pun perselisihan terkait agama. Toleransi hidup beragama di Fakfak sangat kental dan tetap dipertahankan oleh masyarakat dan patut untuk dicontoh, sebagai bentuk keberagaman dan kebhinekaan yang ada di Indonesia," katanya.
Pewarta: Alfian Rumagit
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017