Pantauan di lapangan, rangkaian kirab diawali dengan keluarnya tujuh ekor kebo bule atau biasa disebut kebo Kiai Slamet dari gerbang timur Kori Kamandungan. Selanjutnya, lima orang yang disebut Semut Ireng (Hitam) menyebar ketela untuk dimakan oleh para kerbau.
Sekitar setengah jam kemudian, para abdi dalem yang terdiri dari beberapa wanita keluar dari pintu utama Kori Kamandungan dengan membawa sesaji untuk diberikan kepada ketujuh kerbau tersebut.
Setelah itu, tepatnya pada pukul 23.00 WIB, Kamis (21/9), puluhan abdi dalem, kerabat keraton, dan keluarga keraton keluar dari pintu utama dengan membawa 17 pusaka keraton.
Pada kirab tersebut ketujuh kerbau menempati urutan pertama sekaligus sebagai pembuka jalan bagi arak-arakan pusaka keraton. Bersamaan dengan mulai jalannya ketujuh kerbau tersebut, masyarakat yang sebelumnya sudah memadati kawasan keraton saling berebut sisa makanan dan minuman kerbau.
Salah satu warga, Rianingsih, mengatakan baru kali ini melihat langsung kirab pusaka 1 Suro tersebut. Ia mengaku ingin melihat langsung karena selama ini selalu tertarik dengan budaya Jawa, salah satunya mengenai Keraton Solo.
"Saya juga penasaran apa betul orang-orang berebut kotoran kerbau dan sisa makanan kerbau, ternyata memang betul. Kan ini juga salah satu yang membuat unik tradisi ini," katanya.
Sebelumnya, Kepala Bidang Lalu Lintas Dinas Perhubungan Kota Surakarta Sri Baskoro mengatakan rute kirab tersebut dimulai dari Kori Kamandungan, Alun Alun Utara, Simpang Empat Jenderal Sudirman, belok kanan ke Jalan Mayor Kusmanto, menuju Jalan Mulyadi, ke arah selatan sampai ke Baturono, selanjutnya ke kanan menuju Jalan Veteran, lanjut ke Jalan Yos Sudarso, terus hingga Jalan Slamet Riyadi dan kembali ke Keraton.
Perwakilan dari pihak keraton, KGPH Benowo pada jumpa pers Senin (18/9) mengatakan pihak keraton belum ingin menyampaikan berapa jumlah pusaka yang dikirabkan pada 1 suro tersebut.
"Nanti akan jadi kejutan, yang pasti terbanyak yang pernah dikirabkan ada 13 pusaka," katanya.
Pewarta: Aris Wasita Widiastuti
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017