Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Moch Riyadi dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Senin mengatakan jika ditinjau dari kedalaman hiposenternya, gempa bumi yang terjadi merupakan jenis gempa bumi dangkal akibat aktivitas subduksi lempeng Indo-Australia ke bawah lempeng Eurasia.
Gempa dengan koordinat episenter pada 8,12 LS dan 107,87 BT, terjadi pada Senin, 25 September 2017 pukul 05.06.02 WIB, di wilayah Samudera Hindia Selatan Jawa pada kedalaman 55 km.
Dampak gempa bumi yang digambarkan oleh Peta tingkat guncangan (shakemap) BMKG menunjukkan bahwa dampak gempa bumi berupa guncangan berpotensi dirasakan di daerah Tasikmalaya, Ciamis, dan Garut dalam skala intensitas II SIG-BMKG ((II-III) MMI).
Berdasarkan info masyarakat gempabumi ini dirasakan di Tasikmalaya, Garut, dan Ciamis I-II SIG-BMKG (II-III MMI).
Sebelumnya BMKG juga mencatat terjadi gempa bumi tektonik dengan magnitude 5,2 yang mengguncang wilayah Samudera Hindia Pantai Barat Sumatera tepatnya di Kabupaten Bengkulu Utara pada pukul 03:10:08 WIB.
Dampak gempa bumi yang digambarkan oleh Peta tingkat guncangan (shakemap) BMKG menunjukkan bahwa dampak gempa bumi berupa guncangan berpotensi dirasakan di daerah Bengkulu dan Kepahiang dalam skala intensitas II SIG-BMKG (III-IV MMI).
Ditinjau dari kedalaman hiposenternya, tampak bahwa gempa bumi tersebut termasuk dalam klasifikasi gempabumi menengah akibat aktivitas subduksi Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia tepatnya di zona Benioff yaitu zona subduksi lempeng yang memiliki sudut tunjaman yang relatif tajam di bawah lempeng Eurasia.
Zona ini dimulai dari lepas pantai di sebelah barat Sumatra hingga terus menukik ke arah timur hingga ke bawah daratan pulau Sumatra. Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempabumi ini dipicu oleh penyesaran naik (thrust fault).
Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2017