• Beranda
  • Berita
  • Akademisi: Pancasila wajib dijadikan jiwa hukum nasional

Akademisi: Pancasila wajib dijadikan jiwa hukum nasional

26 September 2017 20:20 WIB
Akademisi: Pancasila wajib dijadikan jiwa hukum nasional
Dokumentasi Deklarasi Anti Radikalisme. Sebanyak 44 perguruan tinggi negeri dan swasta se-Jawa Barat mengadakan deklarasi antiradikalisme yang diselenggarakan di Universitas Padjadjaran Bandung, Jawa Barat, Jumat (14/7/2017). Deklarasi anti radikalisme perguruan tinggi se-Jabar tersebut berisi beberapa poin yakni berpegang teguh pada Pancasila, UUD 1945 dan semangat Bhineka Tunggal Ika, sekaligus menolak organisasi dan aktifitas yang berorientasi pada radikalisme. (ANTARA FOTO/Agus Bebeng)

Ketika secara empiris dijumpai adanya hukum yang cacat ideologi, maka wajib di-`review`, dibatalkan, dan tidak boleh ada toleransi terhadapnya."

Yogyakarta (ANTARA News) - Nilai-nilai Pancasila secara utuh wajib dijadikan jiwa hukum nasional, kata Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Sudjito.

"Bagi negara hukum Indonesia, hukum harus bersumber dari Pancasila," katanya pada diskusi bertema "Kebangsaan Dalam Memperkokoh Toleransi" di Yogyakarta, Selasa.

Menurut dia, pembuatan, pelaksanaan, dan penegakan hukum wajib konsisten terhadap Pancasila. Dalam konteks itu, dilarang bertoleransi terhadap hukum yang tidak Pancasilais.

"Ketika secara empiris dijumpai adanya hukum yang cacat ideologi, maka wajib di-review, dibatalkan, dan tidak boleh ada toleransi terhadapnya," kata dia.

Begitu pula ketika pelaksanaan hukum menyimpang dari nilai-nilai Pancasila, seperti pungutan liar (pungli), korupsi, kolusi, nepotisme, dan patologi birokrasi lainnya, maka wajib diberantas tuntas.

"Lebih-lebih di ranah penegakan hukum, toleransi sekecil apa pun terhadap pelanggaran atau kejahatan tidak boleh dilakukan. Demi keadilan, hukum harus ditegakkan betapa pun langit runtuh," katanya.

Ia mengatakan, politikus dan orang-orang "mulia" seperti cendekiawan, ulama, dan rohaniwan mestinya menjadi barisan terdepan untuk penanggulangan masalah pungli, korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Namun, justru mereka rentan terjangkiti "penyakit-penyakit" tersebut. Sebagian dari mereka terkena operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Ada yang sedang menjalani pengobatan di hotel prodeo, tetapi diperkirakan masih banyak yang menunggu giliran diadili karena terlibat korupsi dan kenistaan lainnya," kata Sudjito.

Diskusi "Kebangsaan Dalam Memperkokoh Toleransi" itu diselenggarakan Paguyuban Wartawan Sepuh (PWS) Yogyakarta.

Pewarta: Bambang Sutopo Hadi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017