• Beranda
  • Berita
  • Gusdurian Jombang prihatin kekerasan seksual pada anak

Gusdurian Jombang prihatin kekerasan seksual pada anak

28 September 2017 22:36 WIB
Gusdurian Jombang prihatin kekerasan seksual pada anak
Arsip: Aksi Stop Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Komite Aksi Perempuan menyalakan lilin saat aksi " #SOS (Save Our Sister) : Bunyikan Tanda Bahaya ! menyatakan Indonesia Darurat Kekerasan Seksual" di Jakarta, Rabu (4/5/2016). (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/kye/16) ()
Jombang (ANTARA News) - Pegiat Gus Dur, Gusdurian Jombang, Jawa Timur, prihatin maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi pada anak dan mendesak aparat terkait bertindak mengantisipasi kasus yang sama terjadi.

"Pelaku kekerasan seksual pada anak, terutama pada perempuan itu mayoritas orang dekat, bisa kawan, keluarga, tetanga, bahkan pendidik. Kami prihatin, seharusnya mereka dilindungi tapi justru sebaliknya Memangsanya," kata Pegiat Gusdurian Jombang Aan Anshori di Jombang, Kamis.

Ia prihatin jumlah kekerasan pada anak semakin lama semakin bertambah, tidak hanya di Jombang, melainkan di Indonesia.

Selain kekerasan fisik, mereka juga mengalami perbuatan asusila yang dilakukan orang-orang yang dekat dengan mereka.

Bahkan, kata Aan. mereka juga mendapatkan tekanan secara psikologi, dengan berbagai ancaman.

Aan menegaskan harus ada upaya lebih konkret dari seluruh pihak, terutama pemerintah, organisasi kemasyarakat ataupun keagamaan.

Menurut dia, semua sektor harus bersatu demi memerangi berbagai kekerasan yang terjadi pada anak.

"Harus ada upaya konkret dari seluruh pihak, terutama pemerintah dan organisasi masyarakat dan keagamaan. Pemerintah perlu menyatakan darurat kekerasan seksual anak, dan menyusun kerja-kerja implementatif, sebagaimana mereka merespon bahaya narkoba," katanya.

Lebih lanjut, Aan mengatakan salah satu hal yang mendesak dilakukan adalah melengkapi seluruh RT/RW, PKK, dasawisma dan sekolah, dengan kemampuan deteksi dini terjadinya kekerasan dalam keluarga.

Bahkan, lanjutnya, jika perlu pemerintah daerah bisa menggandeng sejumlah organisasi kemasyarakatan seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, gereja, dan institusi lain.

"Dengan adanya Early warning system seperti itu, kekerasan seksual akan bisa diminimalisir. Kabupaten Jombang misalnya juga bisa menjadi kota yang lebih layak anak," katanya.

Pihaknya juga memberikan ide agar foto pelaku kekerasan pada anak dipasang di tempat-tempat strategis, sehingga seluruh kota bisa tahu.

Selain itu, mereka juga harus diberikan sanksi yang seberat-beratnya sesuai dengan aturan yang berlaku.

"Pemerintah daerah tidak boleh lagi menyepelekan masalah ini. Siapa yang bisa menjamin kekerasan serupa tidak terjadi pada orang-orang terdekat. Jadi, mari selamatkan generasi penerus," kata Aan.

KPAI mencatat selama kurun waktu lima tahun antara 2012-2016, kasus kekerasan anak mencapai 23.858, baik anak sebagai korban maupun pelaku.

Dari berbagai kasus tersebut, KPAI mendata tiga kasus yang paling besar adalah persoalan anak yang berbadan hukum, pengasuhan alternatif, dan pendidikan.

KPAI juga menyebut untuk mengatasi masalah itu yang perlu dibenahi bukan hanya regulasi, melainkan soal perlindungan anak di lapangan. Salah satunya, dengan menumbuhkan kesadaran orang-orang di sekitar anak, keluarga, sekolah, ataupun lingkungan sekitar.

(T.KR-DHS/J008)

Pewarta: Destyan Hendri Sujarwoko*Asmaul Chusna
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017