Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan bahwa saat ini tengah dibentuk tim dari Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) dan Asosiasi Pengusaha Rotan Indonesia (APRI) untuk memetakan permasalahan termasuk soal jumlah kebutuhan dan produksi rotan.
"Jika terjadi kelebihan pasok, tidak terserap, maka satu-satunya yang diperbolehkan untuk ekspor dalam bentuk setengah jadi adalah PPI," kata Enggartiasto, seusai menghadiri Rapat Koordinasi Nasional Kamar Dagang dan Industri Indonesia 2017 di Jakarta, Selasa.
Menurut Enggartiasto, salah satu skema yang akan disiapkan untuk memetakan masalah tersebut adalah dengan menerapkan skema pembaharuan secara online, supaya jumlah kebutuhan bahan baku, pasokan, serta produktivitas bisa termonitor dengan baik.
Pemerintah pada Januari 2012 memberlakukan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 35/M-DAG/PER/11/2011 Tentang Ketentuan Ekspor Rotan dan Produk Rotan.
Dalam aturan tersebut, rotan yang masuk dalam kode HS 1401.20 meliputi rotan mentah, rotan asalan, rotan W/S dan rotan setengah jadi, dilarang untuk diekspor. Dengan adanya larangangan ekspor tersebut, maka produksi dalam negeri bisa dikatakan surplus.
Berdasar beleid tersebut, rotan mentah merupakan rotan yang masih alami, tidak dirunti, tidak dicuci dan tidak diasap atau dibelerang. Sementara rotan setengah jadi merupakan rotan yang telah diolah lebih lanjut menjadi rotan poles halus, hati rotan dan kulit rotan.
Enggartiasto menambahkan, jika nantinya PT PPI melakukan ekspor bahan baku rotan setengah jadi tersebut, maka akan dilakukan secara terbuka dan transparan. Saat ini, pemerintah tengah menyiapkan mekanisme dan skema yang akan diterapkan.
"Mekanismenya seperti apa, sedang dirumuskan. Setelah ada kesepakatan, jika ada yang harus dikeluarkan dalam peraturan (permendag), akan kami keluarkan," ujar Enggartiasto.
Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2017