Dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu, survei kebutaan "Rapid Assessment of Avoidable Blindness" yang dilakukan Perhimpunan Dokter Ahli Mata Indonesia (PERDAMI) dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan pada tahun 2014-2016 di 15 provinsi pada penduduk diatas usia 50 tahun menunjukkan prevalensi kebutaan sebesar tiga persen.
Sebanyak 15 provinsi tersebut sudah mencakup 65 persen orang Indonesia dengan perkiraan biaya sekira Rp15 juta.
Sementara penyebab utama gangguan penglihatan adalah kelainan refraksi atau kelainan pembiasan cahaya yaitu 10 sampai 15 persen.
"Indeks pembangunan meningkat, sekarang lebih dari 70 persen. Ada beberapa penyakit yang tidak bisa dicegah tapi kita bisa bantu dengan rehabilitasi, salah satunya katarak atau kekeruhan lensa," kata Menteri Kesehatan Nila Moeloek.
Penyakit katarak, lanjut Nila, salah satunya disebabkan karena usia lanjut yang mempengaruhi peningkatan gangguan penglihatan secara langsung yakni katarak dan secara tidak langsung yakni retiniopati diabetikum.
"Khusus untuk katarak, satu-satunya cara untuk mencegah kebutaan akibat katarak adalah dengan operasi, tambah Nila.
Selain itu, kelainan refraksi merupakan penyebab utama gangguan penglihatan yang saat ini banyak terjadi pada anak-anak. Kondisi tersebut dapat berpengaruh pada kecerdasan siswa dan proses penerimaan informasi dalam kegiatan belajar.
Deteksi dini atau skrining gangguan refraksi pada anak, khususnya anak sekolah dasar, sangat penting dilakukan.
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2017