"Ini merupakan upaya reformasi birokrasi dengan meringkas atau memadatkan proses perizinan yang selama ini sudah berjalan," kata Kasubdit Pengawasan Usaha Operasi Produksi dan Pemasaran Mineral Kementerian ESDM Syamsu Daliend di Padang, Kamis.
Ia menyampaikan hal itu pada Seminar Nasional Transformasi Kebijakan dan Teknologi Pertambangan Indonesia yang digelar oleh Himpunan Mahasiswa Teknik Pertambangan Universitas Negeri Padang.
Syamsu memberi contoh penyederhanaan birokrasi pada pengurusan izin semen yang dalam prosesnya ada sekitar 50 bentuk izin yang harus diurus selama ini.
"Bayangkan kalau izin yang 50 itu diurus satu sebulan berarti 50 bulan atau hampir empat tahun baru keluar izinnya, itu baru sebulan satu izin sementara ada yang lama prosesnya satu tahun" kata dia.
Oleh sebab itu, kata dia Kementerian ESDM mencoba mengurangi semua birokrasi izin pertambangan menjadi lebih ringkas dan sederhana.
"Sekarang ada belasan saja, kalau dulu sampai 50 izin," ujarnya.
Kemudian salah satu kebijakan terbaru yang dibuat adalah Peraturan Pemerintah nomor 1 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
"Dalam peraturan tersebut diatur perusahaan tambang yang sudah berjalan tidak boleh lagi menjual bahan mentah ke luar negeri," ujar dia.
Ia mengatakan karena kondisi belum memungkinkan hingga 2022 perusahaan tambang masih diberi kesempatan mengekspor bahan yang sudah diolah hingga yang masih mentah dengan syara dan kondisi tertentu yaitu membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian.
Sementara Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang Fahmi Rizal mengatakan Indonesia memiliki sumber daya alam yang kaya namun belum dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk kemaslahatan bersama.
"Ini menjadi tantangan semua pihak berwenang agar sumber daya alam yang ada dapat membawa kemaslahatan bersama," katanya.
Pewarta: Ikhwan Wahyudi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017