"Ada beberapa titik pelabuhan laut lepas baru yang saat ini sedang dilakukan kajian agar kita bisa memanfaatkan hasil tangkapan kita sebesar-besarnya," kata Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan Reza Shah Pahlevi disela "The 24th Annual Meeting of The Commission for the Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT)" di Yogyakarta, Senin.
Menurut Reza, saat ini ada enam titik yang sedang dikaji untuk ditunjuk menjadi pelabuhan perikanan laut lepas. Untuk di Samudera Hindia yakni di Bungus, Teluk Awang, dan Cilacap, sedangkan di Samudera Pasifik yakni di Biak, Morotai, dan Ternate.
"Mudah-mudahan sebelum akhir tahun ini, kami sudah mendapatkan gambaran sejauh mana potensi ikan laut lepas yang bisa dimanfaatkan di kawasan pelabuhan itu," ucapnya berharap.
Menurut Reza, selama ini Indonesia hanya mendaratkan ikan-ikan hasil tangkapan dari laut lepas seperti tuna sirip biru di Pelabuhan Benoa, Bali.
Alasannya, antara lain pelabuhan itu memiliki fasilitas memadai untuk menerbangkan langsung hasil tangkapan melalui Bandara Ngurah Rai yang jaraknya tidak jauh dari pelabuhan. "Karena seperti ikan tuna sirip biru selatan pengirimannya tidak boleh lama-lama, harus segera agar tetap segar," tuturnya.
Menurut dia, pengembangan pelabuhan perikanan laut lepas itu juga untuk mendukung kemampuan nelayan Indonesia memanfaatkan kuota penangkapan tuna sirip biru selatan.
Selama 2017, Indonesia memiliki kuota 750 ton penangkapan tuna sirip biru selatan.Data sementara per September 2017 hasil tangkapan tuna sirip biru selatan di Indonesia mencapai 288 ton atau masih jauh dari kuota.
Ia mengatakan nilai ekspor yang berhasil diperoleh Indonesia dari ikan tuna sirip biru selatan baik dalam bentuk segar maupun olahan bisa mencapai Rp650 miliar per tahun.
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017