"Dulu ada sosialisasi dan masyarakat kami menolak, tapi kami tidak tahu ternyata penyedotan pasir itu tetap dijalankan di muara sana. Kami tidak tahu apa pertimbangannya. Izin penambangannya dikeluarkan pemerintah provinsi," kata Camat Teluk Sampit, Samsurijal, di Sampit, Kamis.
Kabarnya, pasir itu memang diangkut untuk digunakan pada proyek reklamasi Teluk Jakarta yang kini menjadi polemik. Samsurijal mengaku memang mendengar isu itu, namun dia selama ini tidak pernah terlibat dalam perizinan penambangannya, apalagi masyarakatnya memang menolak penambangan itu.
Banyak alasan masyarakat menolak penambangan pasir laut di kawasan itu. Masyarakat yang umumnya merupakan nelayan, khawatir aktivitas penambangan berdampak pada rusaknya ekosistem dan biota laut.
Kekhawatiran itu kini mulai terbukti. Nelayan mengeluh hasil tangkapan kepiting dan ikan, jauh berkurang dari biasanya. Masyarakat menduga kondisi ini merupakan dampak penambangan pasir laut tersebut.
Samsurijal mengaku tidak tahu persis kapan penambangan itu dimulai karena tongkang besar pengangkut pasir itu tidak setiap hari berada di sana. Namun ketika beraktivitas, waktunya hanya beberapa jam dan kembali berangkat.
"Kami memperkirakan sudah hampir setahun. Kami khawatir penambangan itu juga juga berpengaruh dan akan menambah parah dampak abrasi yang saat ini saja sudah sangat parah melanda Pantai Ujung Pandaran," kata Samsurijal.
Desa Ujung Pandaran memiliki pantai yang selama ini menjadi objek wisata andalan Kabupaten Kotawaringin Timur. Selain keindahan alamnya, pantai itu juga memiliki objek wisata religius yaitu makam atau kubah seorang ulama. Warga Desa Ujung Pandaran dan sekitarnya, hampir semuanya berprofesi sebagai nelayan.
Penjabat Kepala Desa Ujung Pandaran, Muslih menambahkan, awalnya masyarakat mengira kapal-kapal besar tersebut merupakan kapal bermuatan barang. Namun belakangan diketahui ternyata kapal tersebut beraktivitas untuk penambangan pasir laut untuk kepentingan reklamasi Teluk Jakarta.
Informasi yang didapat pemerintah desa, aktivitas penambangan pasir laut itu memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang telah diterbitkan perizinannya sejak September 2015 oleh pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah.
Ada tiga perusahaan yang mendapatkan penambangan pasir laut itu, yaitu PT Prakarsa Sejati, PT Kalmin Raya dan PT Kalmin Sejahtera. Masing-masing perusahaan mendapat izin eksplorasi areal laut seluas 5.000 Hektare.
Muslih juga membenarkan, sudah sejak awal warga menolak penambangan pasir laut. Saat itu Muslih belum menjabat Penjabat Kepala Desa Ujung Pandaran, namun saat itu dia sudah bertugas di kantor Kecamatan Teluk Sampit.
Masyarakat berharap penambangan pasir itu dihentikan. Masyarakat menilai akan banyak kerugian yang ditimbulkan, mulai rusaknya ekosistem dan biota laut, berkurangnya pendapatan nelayan akibat hasil tangkapan berkurang, dikhawatirkan memperparah abrasi dan berdampak pada sektor pariwisata dan ikutannya, hingga dampak sosial yang ditimbulkan.
Pewarta: Norjani
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017