• Beranda
  • Berita
  • Ratusan mahasiswa perankan Opera Pertempuran Lima Hari Semarang

Ratusan mahasiswa perankan Opera Pertempuran Lima Hari Semarang

15 Oktober 2017 06:01 WIB
Ratusan mahasiswa perankan Opera Pertempuran Lima Hari Semarang
Dokumentasi visualisasi sejarah Hari Juang Kartika, di Lapangan Panglima Besar Jenderal Sudirman, Ambarawa, Jawa Tengah, Kamis (15/12/2016). Sebelum Hari Juang Kartika ini terjadi, ada satu peristiwa penting yang mendahului, yaitu Pertempuran Lima Hari di Semarang. (ANTARA FOTO/R Rekotomo)
Semarang (ANTARA News) - Ratusan mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi di Semarang memainkan opera di kawasan Tugu Muda Semarang, Sabtu malam (14/10), untuk mengenang Pertempuran Lima Hari Semarang pada 1945.

Beberapa tokoh sentral dalam pertempuran itu pun dimunculkan dalam opera, di antaranya dr Kariadi yang gugur ketika memeriksa persediaan air minum hingga KRMT Wongsonegoro, gubernur Jawa Tengah kala itu.

Heroisme mewarnai sepanjang opera yang diawali dengan upacara untuk mengenang jasa para pahlawan yang gugur dalam pertempuran bersejarah bagi masyarakat Kota Semarang itu.

Ribuan masyarakat terlihat memadati kawasan tempat berlangsungnya peringatan Pertempuran Lima Hari Semarang sejak belum dimulai hingga agenda tahunan itu berakhir.

Setidaknya ada lima jalan yang ditutup bagi kendaraan bermotor selama peringatan berlangsung, yakni Jalan Pemuda, Jalan Imam Bonjol, Jalan dr Sutomo, Jalan Mgr Soegijapranata, dan Jalan Pandanaran.

Sang sutradara, St Sukirno, menjelaskan, opera itu dibuat dengan alur persis alur peperangan itu; di antaranya pelucutan senjata tentara Jepang, kabar gugurnya dr Kariadi karena ditembak Jepang, hingga fasilitasi Wongsonegoro memberi senjata kepada pemuda.

Dia sudah kampiun dalam menyutradarai opera itu. Untuk latihan, kata dia, butuh waktu setidaknya dua minggu dengan mengumpulkan setidaknya 200 orang untuk memainkan opera peperangan tersebut.

Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi, mengungkapkan, peringatan Pertempuran Lima Hari Semarang merupakan momentum penting, khususnya bagi warga Kota Semarang untuk meneladani kepahlawanan para pejuang kemerdekaan.

"Banyak hal, banyak pelajaran yang bisa dipetik dari peringatan yang selalu dilakukan setiap tahun ini. Bukan sekadar seremoni, tetapi harus dimaknai untuk berjuang mengisi kemerdekaan," kata Hendi, sapaan akrab Prihadi.

Dia yang bertindak sebagai inspektur upacara menegaskan semangat dan keberanian para pemuda Semarang pada saat itu sangat luar biasa untuk mengusir tentara Jepang meski persenjataan yang dimiliki sangatlah terbatas.

Sudah menjadi tugas para generasi muda, lanjut dia, meneruskan perjuangan para pahlawan dalam mengisi kemerdekaan sesuai dengan kapasitas dan kemampuan masing-masing.

"Kita harus selalu ingat bagaimana beratnya perjuangan para pejuang terdahulu dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan agar bisa lebih menghargai hasil kemerdekaan yang sudah bisa dirasakan sekarang ini," kata dia. 

Pewarta: Zuchdiar Laeis
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017