Perkawinan sekerabat bisa menurunkan fungsi genetik dan dikhawatirkan mempercepat kepunahan satwa tersebut.
"Kondisi gajah di Bengkulu saat ini hidup terpisah dan sulit untuk bertemu antar-kelompok karena gangguan pada habitatnya," kata Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu-Lampung, Abu Bakar Cekmat di Bengkulu, Kamis.
Ia mengatakan populasi gajah di wilayah Provinsi Bengkulu diperkirakan hanya tersisa 70 ekor yang hidup dalam tiga kelompok.
Kawanan gajah antar-kelompok hidup terpisah akibat alih fungsi kawasan hutan menjadi permukiman dan kebun.
"Kesulitan bertemu dengan kawanan lain ini yang membuat perkawinan sekerabat atau inbreeding tinggi potensinya dan ini ancaman bagi kelestarian gajah," kata dia.
Kondisi habitat yang terfragmentasi tersebut juga membuat konflik manusia dan gajah serta tingkat perburuan semakin tinggi.
Kawanan gajah yang tersisa hidup di wilayah hutan Kabupaten Bengkulu Utara dan Mukomuko.
Untuk mengatasi hal ini, BKSDA dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Bengkulu didukung Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDA) menginisiasi koridor gajah berupa Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Koridor Gajah Sumatera di Bentang Alam Seblat, Bengkulu.
Untuk merancang koridor tersebut telah dibentuk Forum Kolaborasi Pengelolaan KEE Koridor Gajah Sumatera di Bentang Alam Seblat, Bengkulu. Anggota forum terdiri dari BKSDA, Dinas LHK, akademisi, pakar satwa liar, lembaga non-pemerintah dan pihak swasta, khususnya perusahaan perkebunan kelapa sawit yang ada di sekitar habitat gajah.
"Penyusunan anggota forum kolaborasi sudah tuntas dan segera kami naikkan ke gubernur untuk disahkan dalam surat keputusan sehingga bisa segera bekerja," katanya.
Peta indikatif atau perkiraan yang telah disusun lanjut dia, luas KEE mencapai 29 ribu hektare yang mencakup Hutan Produksi Air Ipuh, Hutan Produksi Air Rami, Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis, Taman Wisata Alam (TWA) Seblat dan sebagian wilayah konsesi hak pengusahaan hutan dan hak guna usaha perkebunan kelapa sawit.
"Kondisi gajah di Bengkulu saat ini hidup terpisah dan sulit untuk bertemu antar-kelompok karena gangguan pada habitatnya," kata Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu-Lampung, Abu Bakar Cekmat di Bengkulu, Kamis.
Ia mengatakan populasi gajah di wilayah Provinsi Bengkulu diperkirakan hanya tersisa 70 ekor yang hidup dalam tiga kelompok.
Kawanan gajah antar-kelompok hidup terpisah akibat alih fungsi kawasan hutan menjadi permukiman dan kebun.
"Kesulitan bertemu dengan kawanan lain ini yang membuat perkawinan sekerabat atau inbreeding tinggi potensinya dan ini ancaman bagi kelestarian gajah," kata dia.
Kondisi habitat yang terfragmentasi tersebut juga membuat konflik manusia dan gajah serta tingkat perburuan semakin tinggi.
Kawanan gajah yang tersisa hidup di wilayah hutan Kabupaten Bengkulu Utara dan Mukomuko.
Untuk mengatasi hal ini, BKSDA dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Bengkulu didukung Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDA) menginisiasi koridor gajah berupa Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Koridor Gajah Sumatera di Bentang Alam Seblat, Bengkulu.
Untuk merancang koridor tersebut telah dibentuk Forum Kolaborasi Pengelolaan KEE Koridor Gajah Sumatera di Bentang Alam Seblat, Bengkulu. Anggota forum terdiri dari BKSDA, Dinas LHK, akademisi, pakar satwa liar, lembaga non-pemerintah dan pihak swasta, khususnya perusahaan perkebunan kelapa sawit yang ada di sekitar habitat gajah.
"Penyusunan anggota forum kolaborasi sudah tuntas dan segera kami naikkan ke gubernur untuk disahkan dalam surat keputusan sehingga bisa segera bekerja," katanya.
Peta indikatif atau perkiraan yang telah disusun lanjut dia, luas KEE mencapai 29 ribu hektare yang mencakup Hutan Produksi Air Ipuh, Hutan Produksi Air Rami, Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis, Taman Wisata Alam (TWA) Seblat dan sebagian wilayah konsesi hak pengusahaan hutan dan hak guna usaha perkebunan kelapa sawit.
Pewarta: Helti Marini Sipayun
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2017