Kesepakatan tersebut dibahas dalam pertemuan antara Presiden IDNG Herry Utomo dan Chairman Board of Directors of IDNG Edward Wanandi dengan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro di Washington DC, AS, pekan lalu.
Dalam siaran pers yang diterima Antara di Ubud, Senin, Herry menjelaskan kedua program terobosan ini sebagai upaya diaspora untuk terlibat langsung dalam mempercepat pembangunan di Indonesia, khususnya di Papua dan Papua Barat.
Inisiatif ini disambut baik oleh Menteri Luhut dengan menyebut bahwa sudah saatnya keahlian dan penguasaan teknologi yang diperoleh para diaspora Indonesia di luar negeri dimanfaatkan juga untuk membangun Tanah Air.
Program telemedicine akan menjadikan rumah sakit yakni RSUD Jayapura dan RSUD Merauke sebagai pusat kegiatan, dan terhubung ke lima puskesmas kabupaten sebagai model pelaksanaan.
Nantinya, program yang dilakukan secara "real time" dengan mengandalkan kekuatan jaringan ini akan ditingkatkan ke 100 puskesmas garis depan agar pelayanannya dapat mencakup lebih banyak pasien.
Sementara program edukasi akan dilakukan di SMA berasrama di Jayapura, Merauke, dan Nabire guna mentransformasikan sekolah-sekolah tersebut menjadi institusi penghasil lulusan berkualitas tinggi.
Program ini akan diawali dengan perekrutan tenaga pendidik tambahan, rancangan kurikulum dan bahan ajar, pelatihan dan pendampingan, serta desain infrastruktur pembelajaran.
Tidak kurang dari 20 profesor diaspora akan diterjunkan bergantian sepanjang tahun 2018 untuk melakukan pendampingan dan pengarahan menggunakan dana mandiri diaspora sebesar 350 ribu dolar AS atau sekitar Rp4,7 miliar per tahun.
"Ini merupakan sumbangan murni dari diaspora yang berasal dari para donatur dan sponsor. Kegiatan para profesor diaspora ini bersifat pengabdian dan mereka tidak akan diberikan gaji atau honor," tutur Herry.
(T.Y013/C004)
Pewarta: Yashinta Difa
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017