Susi: Batasi penggunaan "fin" di Banda

24 Oktober 2017 02:00 WIB
Susi: Batasi penggunaan "fin" di Banda
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti (kiri) bersama Duta Besar Amerika Serikat (AS) Joseph R Donovan Jr (kanan) melambaikan tangan saat acara Tutup Sasi Komoditas Lobster, di laut Desa Lonthoir, Pulau Banda Besar, Kepulauan Banda, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, Minggu (22/10/2017). (ANTARA FOTO/Embong Salampessy/P003)

Injak sana, injak sini, pecah semua terumbu karangnya."

Banda Naira (ANTARA News) - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengimbau para wisatawan untuk membatasi penggunaan alat renang dan selam berbentuk kaki katak (fin) di perairan Kepulauan Banda, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, guna menghindari kerusakan terumbu karang.

"Kalau menyelam di Banda pada kedalaman lima hinga 10 meter, sebaiknya tidak menggunakan fin, terutama yang berukuran besar, karena karang yang terinjak kaki katak akan patah," katanya di Banda Naira, Senin (23/10).

Ia pun menyayangkan penggunaan alat kaki katak ukuran besar di area terumbu karang yang kedalamannya kurang dari lima meter.

Kemudian, Susi menceritakan pengalamannya menemukan terumbu karang yang rusak, ketika melakukan kegiatan paddling dan snorkling di pagi hari di lokasi penyelaman Lava Flow, Pulau Gunung Api, Banda. Saat itu, ia menyaksikan banyak turis menggunakan alat kaki katak ukuran besar.

"Kedalaman tak seberapa, tapi pakai fin yang besar-besar. Injak sana, injak sini, pecah semua terumbu karangnya. Memang tidak ada bom, tapi ada wisatawan yang tidak tahu menjaga lingkungan. Katanya datang untuk menikmati keindahan alam, tetapi tanpa sadar ikut merusakinya," ujar menteri yang juga mahir menyelam di laut itu.

Susi pun mengajak warga Banda maupun para pelaku usaha wisata untuk ikut menjaga kelestarian terumbu karang di Kepulauan Banda, yang terkenal sangat subur pertumbuhannya dan menjadi daya tarik bagi wisatawan mancanegara maupun Nusantara.

Salah satu upaya yang perlu dilakukan masyarakat, menurut dia, termasuk membatasi dan menyosialisasikan penggunaan alat kaki katak saat penyelaman.

Dia mengimbau agar dalam kegiatan penyelaman berjarak 50 meter dari pinggir karang hendaknya tidak menggunakan alat kaki katak.

"Kalau snorkling dan tidak jauh dari bibir pantai berkedalaman lima hingga 10 meter tidak usah gunakan fin, agar karang tidak rusak dan patah karena terinjak," katanya.

Ia juga mengimbau masyarakat di Kepulauan Banda untuk menjaga kebersihan lingkungan laut dan tidak membuang sampah, terutama bekas kantong plastik ke laut, karena selain susah terurai, juga menutupi permukaan terumbu karang dan membuatnya mati.

"Kalau terus membuang sampak plastik ke laut lama-lama, di tahun 2030, di sini akan lebih banyak plastik dari pada ikannya," ujar Susi.

Oleh karena itu, ia berjanji akan memberikan bantuan kapal dan jaring untuk menangkap sampah di perairan Pulau Banda melalui Direktorat Jenderal Penataan Ruang Laut (Dirjen PRL)

"Nanti saya perintahkan Dirjen PRL untuk sumbangkan kapal dan jaring untuk tangkepin sampah sehingga air laut di sini tetap bersih dan jernih," ujarnya.

Susi juga meminta Dirjen PRL, Bramantyo, yang ikut dalam kunjungan ke Banda untuk memberikan sumbangan peta dan kacamata renang (goggle) kepada anak-anak sekolah dasar (SD) di Banda secepatnya, paling lambat seminggu lagi, agar mereka juga belajar mengenali keindahan bawah lautnya sendiri.

"Kita akan kumpulkan 500 goggle, biar anak-anak bisa renang dan lihat cantiknya terumbu karang dan ikan-ikan hias, karena kalau mereka tidak lihat cantiknya bawah laut, maka tidak mungkin tidak bisa menjaganya," demikian Susi Pudjiastuti.

Susi Pudjiastuti bersama Duta Besar Amerika Serikat (AS) Joseph R Donovan Jr pada Minggu (22/10) juga mengikuti acara adat Tutup Sasi Komoditas Lobster, di Laut Desa Lonthoir, Pulau Banda Besar, Kepulauan Banda, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku.

Sasi adalah kearifan lokal di Kepulauan Maluku, yaitu larangan untuk mengambil hasil sumber daya alam tertentu sebagai upaya menjaga mutu dan populasi sumber daya hayati, baik hewani maupun nabatinya.

Pewarta: Jimmy Ayal
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2017